Cari Blog Ini

Senin, 26 Desember 2016

Laporan Pendahuluan (LP) & Konsep Dasar Askep Gastritis (Maag)



BAB I
KONSEP MEDIS

A.       Defenisi
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung.
Gastritis adalah segala radang mukosa lambung. Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau local.
Berdasarkan berbagai pendapat tokoh diatas, gastritis dapat juga diartikan sebagai suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada  daerah tersebut. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter pylori. Peradangan  ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut.
B.       Klasifikasi
Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2, yaitu: (David Ovedorf, 2002)
1.    Gastritis akut
Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut dibagi menjadi dua garis besar yaitu :
a.    Gastritis eksogen akut, biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar, seperti bahan kimia. Misalnya lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid, mekanis iritasi bakterial, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung).
b.    Gastritis endogen akut, adalah gastritis yang disebabkan oleh kelainan badan.
2.    Gastritis Kronik
Inflamasi lambung yang lama, dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory. Gastritis kronik dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B. Dikatakan gastritis kronik tipe A jika mampu menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibodi. Anemia pernisiosa berkembang pada proses ini.  Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini dikaitkan dengan infeksi Helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.

C.       Etiologi
Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
a.     Gastritis Akut Penyebabnya adalah stres psikologi, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung), makanan, bahan kimia misalnya lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis.
b.    Gastritis Kronik Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui, biasanya disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung Helicobacter pylori. Gastritis ini merupakan kejadian biasa pada orang tua, tapi di duga pada peminum alkohol, dan merokok.


D.      Patofisiologi
1.    Gastritis akut
Pengaruh efek samping obat-obat NSAIDs atau Non-Steroidal Anti Inflamatory Drug seperti aspirin juga dapat menimbulkan gastritis. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuproven dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung.
Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer. Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.
Alkohol berlebih, terlalu sering memakan makanan yang mengandung nitrat (bahan pengawet) atau terlalu asam (cuka), kafein seperti pada teh dan kopi serta kebiasaan merokok dapat memicu terjadinya gastritis. Karena bahan-bahan tersebut bila terlalu sering kontak dengan dinding lambung akan memicu sekresi asam lambung berlebih sehingga dapat mengikis lapisan mukosa lambung. Kemudian stress psikologis maupun fisiologis yang lama dapat menyebabkan gastritis. Stress seperti syok, sepsis, dan trauma menyebabkan iskemia mukosa lambung. Iskemia mukosa lambung mengakibatkan peningkatan permeabilitas mukosa akibatnya terjadi difusi balik H+ ke dalam mukosa. Mukosa tidak mampu lagi menahan asam berlebih menyebabkan edema lalu rusak
2.    Gastritis Kronik
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan tipe A atau tipe B. Tipe A (sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi sel. Hal ini dihubungkan dengan penyakit otoimun, seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylory) Ini dihubungkan dengan bakteri H. pylory, faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refluks isi usus kedalam lambung. H. Pylori termasuk bakteri yang tidak tahan asam, namun bakteri jenis ini dapat mengamankan dirinya pada lapisan mukosa lambung. Keberadaan bakteri ini dalam mukosa lambung menyebabkan lapisan lambung melemah dan rapuh sehingga asam lambung dapat menembus lapisan tersebut. Dengan demikian baik asam lambung maupun bakteri menyebabkan luka atau tukak.
Sistem kekebalan tubuh akan merespon infeksi bakteri H. Pylori tersebut dengan mengirimkan butir-butir leukosit, selT-killer, dan pelawan infeksi lainnya. Namun demikian semuanya tidak mampu melawan infeksi H. Pylori tersebut sebab tidak bisa menembus lapisan lambung. Akan tetapi juga tidak bisa dibuang sehingga respons kekebalan terus meningkat dan tumbuh. Polymorph mati dan mengeluarkan senyawa perusak radikal superoksida pada sel lapisan lambung. Nutrisi ekstra dikirim untuk menguatkan sel leukosit, namun nutrisi itu juga merupakan sumber nutrisi bagi H. Pylori. Akhirnya, keadaan epitel lambung semakin rusak sehingga terbentuk ulserasi superfisial dan bisa menyebabkan hemoragi (perdarahan). Dalam beberapa hari gastritis dan bahkan tukak lambung akan terbentuk.

E.       Manifestasi Klinis
1.    Gastritis Akut
a.    Anoreksia
b.    Mual
c.    Muntah
d.    Nyeri epigastrum
e.    Perdarahan saluran cerna pada hematemasis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia.
2.    Gastritis Kronik
Pada tipe A, biasanya asimtomatik, klien tidak mempunyai keluhan. Namun pada gastritis tipe B, pasien biasanya mengeluh :
a.    Nyeri ulu hati
b.    Anorexia
c.    Nausea
d.    Anemia

F.        Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang gastritis menurut Hudak dan Gallo, 1996, seperti di bawah ini :
1.    Nilai haemoglobin dan hematokrit untuk menentukan adanya anemia akibat perdarahan.
2.    Kadar serum gastrin rendah atau normal, atau meninggi pada gastritis kronik yang berat.
3.    Pemeriksaan rontgen dengan sinar X barium untuk melihat kelainan mukosa lambung.
4.    Endoskopi dengan menggunakan gastrocopy untuk melihat kelainan mukosa lambung.
5.    Pemeriksaan asam lambung untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan asam lambung
6.    Pemeriksaan darah untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis.
7.    Pemeriksaan feses tes ini untuk memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.
8.    Analisa lambung tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO( basal acid output) tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison (suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata).

G.      Komplikasi
1.    Perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematimesis dan melena yang dapat berakhir sebagai syok hemoragie.
2.    Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsi vitamin B12
H.      Penatalaksanaan
Pengobatan gastritis meliputi :
1.    Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.
2.    Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.
3.    Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain (Soeparman,1999)
Pada gastritis, penatalaksanaanya dapat dilakukan dengan (medis dan non medis), yaitu sebagai berikut:
1.    Gastritis Akut
a.    Intruksikan pasien untuk menghindari alkohol.
b.    Bila pasien mampu makan melalui mulut, anjurkan diet mengandung gizi.
c.    Bila gejala menetap, cairan perlu diberi secara parenteral.
d.    Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk hemoragi saluran gastrofestinal.
e.    Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum.
f.      Untuk menetralisir alkhali gunakan jus lemon encer atau cuka encer.
g.    Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren atau perforasi.
h.    Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang encer atau cuka yang di encerkan.
i.      Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi polirus.
2.    Gastritis Kronik
a.    Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan lunak diberikan sedikit tapi lebih sering.
b.    Mengurangi stress
c.    H.pylori diatasi dengan antibiotik (seperti tetraciklin ¼, amoxillin) dan gram bismuth (pepto-bismol).

I.         Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya
komplikasi, dan pengobatannya. Umumnya prognosis gastritis adalah baik,
namun dapat terjadi berulang bila pola hidup tidak berubah.
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A.       Pengkajian
1.      Anamnesa
a.    Identitas
Anamnesa meliputi nama, usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, alamat, suku/bangsa, agama, tingkat pendidikan (bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan menganggap remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit perut biasa dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah penyakit ini)
b.    Riwayat sakit dan kesehatan
1)   Keluhan utama                   : Nyeri di ulu hati dan perut sebelah kanan bawah.
2)   Riwayat penyakit saat ini  : Meliputi perjalan penyakitnya, awal dari gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul dirasakan secara mendadak atau bertahap, faktor pencetus, upaya untuk mengatasi masalah tersebut.
3)   Riwayat penyakit dahulu   : Meliputi penyakit yang berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat dirumah sakit,  dan riwayat pemakaian obat.
c.    Pemeriksaan fisik, yaitu Review of system (ROS)
Keadaan umum: tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan di kwadran epigastrik.
1)   B1 (breath)         :  takhipnea
2)   B2 (blood)          :  takikardi, hipotensi,  disritmia, nadi perifer lemah, pengisian perifer lambat, warna kulit pucat.
3)   B3 (brain)           :  sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu, disorientasi, nyeri epigastrum.
4)   B4 (bladder)       : oliguria, gangguan keseimbangan cairan.
5)   B5 (bowel)          :  anemia, anorexia, mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap makanan pedas.
6)   B6 (bone)           : kelelahan, kelemahan
2.      Fokus Pengkajian
a.    Aktivitas / Istirahat
Gejala          : kelemahan, kelelahan
Tanda          : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap aktivitas)
b.    Sirkulasi
Gejala          : kelemahan, berkeringat
Tanda          : Hipotensi (termasuk postural), Takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia), nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat / perlahan (vasokonstriksi), warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah), kelemahan kulit / membran mukosa, berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik)
c.    Integritas ego
Gejala          : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak berdaya.
Tanda          : tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
d.    Eliminasi
Gejala          : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan gastroenteritis (GE) atau masalah yang berhubungan dengan GE, misalnya  luka peptik atau gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi / karakteristik feses.
Tanda          : nyeri tekan abdomen, distensil, bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan, karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea), konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida), haluaran urine : menurun, pekat.
e.    Makanan / Cairan
Gejala          : anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal), masalah menelan      : cegukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual atau muntah
Tanda          : muntah dengan warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis).
f.      Neurosensi
Gejala          : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan.
Tanda          : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi).
g.    Nyeri / Kenyamanan
Gejala          : nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal). Tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis). Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda          : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
h.    Keamanan
Gejala          : alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA
Tanda          : peningkatan suhu, spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis / hipertensi portal)
i.      Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala          : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung ASA, alkohol, steroid. NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat diterima karena (misal : anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misal : trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lama misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 1999, hal: 455).

B.       Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1.    Kekurangan  volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair  yang berlebih (mual dan muntah).
2.    Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung
3.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan penurunan intake asupan gizi (mual, muntah).
4.    Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri.
5.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
6.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh
7.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan mual, muntah, nyeri

C.       Implementasi
1.    Kekurangan  volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair  yang berlebih (mual dan muntah).
Tujuan
Kebutuhan cairan terpenuhi.
Kriteria Hasil :
Tanda vital dalam batas normal, turgor kulit baik, membran mukosa lembab, produksi urine output seimbang, muntah darah dan berak darah berhenti.
Rencana Tindakan :
a.    Catat karakteristik muntah dan/ atau drainase.
Rasional : Membantu dalam membedakan distress gaster. Darah merah cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial akut, mungkin karena ulkus gaster; darah merah gelap mungkin darah lama (tertahan dalam usus) atau perdarahan vena dari varises.
b.    Awasi tanda vital; bandingkan dengan hasil normal klien/sebelumnya. Ukur TD dengan posisi duduk, berbaring, berdiri bila mungkin .
Rasional : Hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi.
c.    Catat respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan suhu.
Rasional : Memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan.
d.    Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah/ cairan melalui muntah dan defekasi.
Rasional : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
e.    Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan. Hilangkan rangsangan berbahaya.
Rasional : Aktivitas/ muntah meningkatkan tekanan intra-abdominal dan dapat mencetuskan perdarahan lanjut.
f.      Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida.
Rasional : Mencegah refluks gaster dan aspirasi antasida dimana dapat menyebabkan komplikasi paru serius.
g.    Kolaborasi pemberian cairan/darah sesuai indikasi.
Rasional : Penggantian cairan tergantung pada derajat  hipovolemia dan lamanya perdarahan (akut/kronis).
h.    Berikan obat antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin digunakan bila infeksi penyebab gastritis kronis.
i.      Awasi pemeriksaan laboratorium; misalnya Hb/ Ht
Rasional:  Alat untuk menentukan kebutuhan penggantian darah dan mengawasi keefektifan terapi.





2.    Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung.
Tujuan:
Nyeri terkontrol.
Kriteria Hasil:
Klien  menyatakan  nyerinya  hilang  dan  tampak  rileks, TTV stabil,TD=140/90 mmHg, N=80x/i, RR= 20x/i, T= 36-37oC, skala nyeri 0-1.
Rencana Tindakan:
a.    Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).
Rasional: Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri klien sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi.
b.    Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
Rasional : Membantu dalam membuat diagnose dan kebutuhan terapi.
c.    Anjurkan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk klien.
Rasional : Makanan mempunyai efek penetralisir, juga mencegah distensi dan haluaran gastrin.
d.    Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Rasional : Makanan khusus yang menyebabkan distress bermacam-macam antara individu.
e.    Bantu latihan rentang gerak aktif/ aktif.
Rasional: Menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri/ ketidaknyamanan.
f.      Kolaborasi pemberian obat analgesik sesuai indikasi.
Rasional : Mengobati nyeri yang muncul.

3.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan   anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil  :
Klien tidak mual lagi, klien menghabiskan porsi makanan, peningkatan HB, peningkatan BB mencapai berat badan ideal, conjungtiva tidak eremis.
Rencana tindakan :
a.    Kaji status nutrisi dan factor-faktor penyebab kurangnya intake nutrisi.
Rasional  : untuk mengetahui sejauh mana perkembangan dari keadaan pasien. Dan perubahan yang terjadi.
b.    Anjurkan klien makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional  : mencegah perangsangan yang mendadak pada lambung
c.    Hindari makanan yang keras dan merangsang peningkatan asam lambung seperti pedas, asam, kopi, alcohol dan lain-lain.
Rasional  : untuk menghindari kerja lambung yang berat dan meminimalkan Iritasi pada lambung.                 
d.    Timbang berat badan setiap hari
Rasional  : untuk mengetahui perkembangan berat badan.
e.    Kolaborasi dalam pemberian obat penurun sekresi lambung
Rasional  : untuk mencegah mual, dan muntah.

4.    Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri.
Tujuan :
Ansietas berkurang / hilang.
Kriteria Hasil :
Menunjukkan rasa rileks serta melaporkan rasa ansietas hilang atau berkurang.
Rencana Tindakan :
a.    Awasi respon fisiologis, misalnya takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala dan sensasi kesemutan.
Rasional : Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/ status syok.
b.    Catat petunjuk perilaku seperti gelisah, kurang kontak mata dan perilaku melawan.
Rasional : Indikator derajat takut yang dialami klien.


c.    Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
Rasional : Membantu klien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas konsep.
d.    Berikan lingkungan tenang untuk istirahat.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan keterampilan koping.
e.    Dorong orang terdekat tinggal dengan klien. Berespons terhadap tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan tepat.
Rasional : Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.

5.    Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya   informasi tentang penyakitnya.
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang perawatan di rumah bertambah setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang hematemesis melena.
Kriteria Hasil :
Klien menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya sendiri (bila tahu) dan penggunaan tindakan pengobatan.
Rencana Tindakan :
a.    Kaji sejauh mana ketidakmengertian klien dan keluarga tentang penyakit yang diderita.
Rasional : Mengidentifikasi area kekurangan pengetahuan/ salah informasi dan memberikan kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai kebutuhan.
b.    Diskusikan dengan klien untuk melakukan pendidikan kesehatan.
Rasional : Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama dengan klien.
c.    Berikan penjelasan tentang penyakit yang klien derita, cara pengobatan dan perawatan di rumah serta pencegahan kekambuhan penyakit.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan informasi/ keputusan tentang masa depan dan kontrol masalah kesehatan.
d.    Berikan kesempatan klien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikan kesehatan.
Rasional : Memberikan kesempatan klien dan keluarga untuk lebih memahami tentang penyakitnya.
e.    Berikan evaluasi terhadap keefektifan pendidikan kesehatan.
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien setelah diberi pendidikan kesehatan.

6.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh
Tujuan                   : 
Klien dapat melakukan aktifitas yang di inginkan
Kriteria hasil          :
Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
a.    Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretik dan penyekat beta.
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
b.    Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.


c.    Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
d.    Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.

7.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan mual, nyeri epigastrium
Tujuan   :
Setelah dilakukan intervensi diharapkan istirahat dan tidur terpenuhi.
Kriteria hasil  :
Klien dapat tidur sesuai kebutuhannya, klien tidak terlihat lesu dan lemah, tidak terlihat lingkaran hitam pada palpebra inferior dan superior.
Rencana tindakan :
a.    Kaji tingkat kebutuhan istirahat tidur
Rasional  : untuk mengetahui tingkat gangguan kebutuhan istirahat Tidur
b.    Atur posisi yang nyaman bagi klien.
Rasional   : dengan posisi yang mendukung dapat memberikan rasa nyaman
c.    Diskusikan dengan pasien tentang pola dan kebiasaan pada saat akan tidur.
Rasional   : dengan menggunakan kebiasaan yang sama walaupun dengan   lingkungan yang berbeda diharapkan klien dapat tidur seperti biasa.     
d.    Ganti laken dan pakaian klien setiap hari.
Rasional   : agar klien merasa nyaman dan tidak gerah pada saat tidur.
e.    Ciptakan lingkungan yang terang dan nyaman.
Rasional   : dengan lingkungan terang diharapkan klien tidur dengan nyenyak.
f.      Berikan obat sesuai dengan indikasi.
Rasional   : mengurangi nyeri yang klien rasakan.


DAFTAR PUSTAKA

Dongoes Mailyn. E.2005 . Rencana Asuhan keperawatan. EGC : Jakarta
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta :EGC.
Wilkinson, Nancy R. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG
Price A. Sylvia &  Lorraine M. Wilson.2006. Patofisologi edisi 6,vol.2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.