BAB I
KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro,
yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan.
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung.
Gastritis adalah segala radang mukosa lambung. Gastritis merupakan suatu
keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronis, difus atau local.
Berdasarkan berbagai pendapat tokoh diatas, gastritis dapat juga diartikan
sebagai suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan
secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang
pada daerah tersebut. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi
terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan
pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh
bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung
yaitu Helicobacter pylori. Peradangan ini mengakibatkan sel darah putih
menuju ke dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian
tersebut.
B. Klasifikasi
Gastritis
menurut jenisnya terbagi menjadi 2, yaitu: (David Ovedorf, 2002)
1. Gastritis
akut
Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan
mukosa menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut dibagi menjadi dua garis
besar yaitu :
a.
Gastritis eksogen akut, biasanya disebabkan oleh
faktor-faktor dari luar, seperti bahan kimia. Misalnya lisol, alkohol, merokok,
kafein lada, steroid, mekanis iritasi bakterial, obat analgetik, anti inflamasi
terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi
mukosa lambung).
b.
Gastritis endogen akut, adalah gastritis yang
disebabkan oleh kelainan badan.
2. Gastritis
Kronik
Inflamasi lambung yang lama, dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau
maligna dari lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory. Gastritis
kronik dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B. Dikatakan
gastritis kronik tipe A jika mampu menghasilkan imun sendiri. Tipe ini
dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mukosa. Penurunan
pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibodi. Anemia pernisiosa
berkembang pada proses ini. Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini
dikaitkan dengan infeksi Helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus pada
dinding lambung.
C. Etiologi
Penyebab
dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
a.
Gastritis Akut Penyebabnya adalah stres psikologi,
obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah
sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung), makanan, bahan kimia misalnya
lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis.
b.
Gastritis Kronik Penyebab dan patogenesis pada umumnya
belum diketahui, biasanya disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari
lambung Helicobacter pylori. Gastritis ini merupakan kejadian biasa pada
orang tua, tapi di duga pada peminum alkohol, dan merokok.
D. Patofisiologi
1.
Gastritis akut
Pengaruh efek samping obat-obat NSAIDs atau Non-Steroidal Anti Inflamatory
Drug seperti aspirin juga dapat menimbulkan gastritis. Obat analgesik anti
inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuproven dan naproxen dapat
menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang
bertugas melindungi dinding lambung.
Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan
terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara
terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis
dan peptic ulcer. Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi
bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif
terganggu.
Alkohol berlebih, terlalu sering memakan makanan yang mengandung nitrat
(bahan pengawet) atau terlalu asam (cuka), kafein seperti pada teh dan kopi
serta kebiasaan merokok dapat memicu terjadinya gastritis. Karena bahan-bahan
tersebut bila terlalu sering kontak dengan dinding lambung akan memicu sekresi
asam lambung berlebih sehingga dapat mengikis lapisan mukosa lambung. Kemudian
stress psikologis maupun fisiologis yang lama dapat menyebabkan gastritis.
Stress seperti syok, sepsis, dan trauma menyebabkan iskemia mukosa lambung.
Iskemia mukosa lambung mengakibatkan peningkatan permeabilitas mukosa akibatnya
terjadi difusi balik H+ ke dalam mukosa. Mukosa tidak mampu lagi menahan asam
berlebih menyebabkan edema lalu rusak
2.
Gastritis Kronik
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan tipe A atau tipe B. Tipe A (sering
disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal,
yang menimbulkan atropi dan infiltrasi sel. Hal ini dihubungkan dengan penyakit
otoimun, seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari
lambung. Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylory) Ini
dihubungkan dengan bakteri H. pylory, faktor diet seperti minum panas
atau pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refluks isi usus
kedalam lambung. H. Pylori termasuk bakteri yang tidak tahan asam, namun
bakteri jenis ini dapat mengamankan dirinya pada lapisan mukosa lambung.
Keberadaan bakteri ini dalam mukosa lambung menyebabkan lapisan lambung melemah
dan rapuh sehingga asam lambung dapat menembus lapisan tersebut. Dengan
demikian baik asam lambung maupun bakteri menyebabkan luka atau tukak.
Sistem kekebalan tubuh akan merespon infeksi bakteri H. Pylori tersebut
dengan mengirimkan butir-butir leukosit, selT-killer, dan pelawan
infeksi lainnya. Namun demikian semuanya tidak mampu melawan infeksi H.
Pylori tersebut sebab tidak bisa menembus lapisan lambung. Akan tetapi juga
tidak bisa dibuang sehingga respons kekebalan terus meningkat dan tumbuh. Polymorph
mati dan mengeluarkan senyawa perusak radikal superoksida pada sel lapisan
lambung. Nutrisi ekstra dikirim untuk menguatkan sel leukosit, namun nutrisi
itu juga merupakan sumber nutrisi bagi H. Pylori. Akhirnya, keadaan
epitel lambung semakin rusak sehingga terbentuk ulserasi superfisial dan bisa
menyebabkan hemoragi (perdarahan). Dalam beberapa hari gastritis dan bahkan
tukak lambung akan terbentuk.
E. Manifestasi
Klinis
1.
Gastritis Akut
a.
Anoreksia
b.
Mual
c.
Muntah
d.
Nyeri epigastrum
e.
Perdarahan saluran cerna pada hematemasis melena,
tanda lebih lanjut yaitu anemia.
2.
Gastritis Kronik
Pada tipe A, biasanya asimtomatik, klien tidak mempunyai keluhan. Namun
pada gastritis tipe B, pasien biasanya mengeluh :
a.
Nyeri ulu hati
b.
Anorexia
c.
Nausea
d.
Anemia
F.
Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang gastritis menurut Hudak
dan Gallo, 1996, seperti di bawah ini :
1.
Nilai haemoglobin dan hematokrit untuk menentukan
adanya anemia akibat perdarahan.
2.
Kadar serum gastrin rendah atau normal, atau meninggi
pada gastritis kronik yang berat.
3.
Pemeriksaan rontgen dengan sinar X barium untuk
melihat kelainan mukosa lambung.
4.
Endoskopi dengan menggunakan gastrocopy untuk melihat
kelainan mukosa lambung.
5.
Pemeriksaan asam lambung untuk mengetahui ada atau
tidak peningkatan asam lambung
6.
Pemeriksaan darah untuk memeriksa apakah terdapat
H. Pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien
pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak
menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga
dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena
gastritis.
7.
Pemeriksaan feses tes ini untuk memeriksa apakah
terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif
dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap
adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.
8.
Analisa lambung tes ini untuk mengetahui sekresi asam
dan merupakan tekhnik penting untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung.
Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi
lambung puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO( basal acid
output) tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis
sindrom Zolinger- Elison (suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin
dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata).
G. Komplikasi
1.
Perdarahan saluran cerna bagian atas berupa
hematimesis dan melena yang dapat berakhir sebagai syok hemoragie.
2.
Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan
absorbsi vitamin B12
H. Penatalaksanaan
Pengobatan
gastritis meliputi :
1.
Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.
2.
Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat
dijumpai.
3.
Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus
lambung yang lain (Soeparman,1999)
Pada gastritis, penatalaksanaanya dapat dilakukan dengan (medis dan non
medis), yaitu sebagai berikut:
1. Gastritis
Akut
a.
Intruksikan pasien untuk menghindari alkohol.
b.
Bila pasien mampu makan melalui mulut, anjurkan diet
mengandung gizi.
c.
Bila gejala menetap, cairan perlu diberi secara
parenteral.
d.
Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk
hemoragi saluran gastrofestinal.
e.
Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum.
f.
Untuk menetralisir alkhali gunakan jus lemon encer
atau cuka encer.
g.
Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat
gangren atau perforasi.
h.
Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat,
gunakan sari buah jeruk yang encer atau cuka yang di encerkan.
i.
Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi
polirus.
2. Gastritis
Kronik
a.
Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet
makan lunak diberikan sedikit tapi lebih sering.
b.
Mengurangi stress
c.
H.pylori diatasi dengan antibiotik (seperti
tetraciklin ¼, amoxillin) dan gram bismuth (pepto-bismol).
I.
Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya
komplikasi, dan pengobatannya. Umumnya prognosis gastritis adalah baik,
namun dapat terjadi berulang bila pola hidup tidak berubah.
komplikasi, dan pengobatannya. Umumnya prognosis gastritis adalah baik,
namun dapat terjadi berulang bila pola hidup tidak berubah.
BAB II
KONSEP DASAR
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a.
Identitas
Anamnesa meliputi nama, usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan,
alamat, suku/bangsa, agama, tingkat pendidikan (bagi orang yang tingkat
pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan
menganggap remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit
perut biasa dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah
penyakit ini)
b.
Riwayat sakit dan kesehatan
1)
Keluhan
utama
: Nyeri di ulu hati dan perut sebelah kanan bawah.
2)
Riwayat penyakit saat ini : Meliputi perjalan
penyakitnya, awal dari gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul dirasakan
secara mendadak atau bertahap, faktor pencetus, upaya untuk mengatasi masalah
tersebut.
3)
Riwayat penyakit dahulu : Meliputi
penyakit yang berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat dirumah sakit,
dan riwayat pemakaian obat.
c.
Pemeriksaan fisik, yaitu Review of system (ROS)
Keadaan umum: tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik
terdapat nyeri tekan di kwadran epigastrik.
1)
B1 (breath) :
takhipnea
2)
B2 (blood) : takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer
lemah, pengisian perifer lambat, warna kulit pucat.
3)
B3 (brain) : sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat
terganggu, disorientasi, nyeri epigastrum.
4)
B4 (bladder) :
oliguria, gangguan keseimbangan cairan.
5)
B5 (bowel) :
anemia, anorexia, mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap makanan
pedas.
6)
B6 (bone) :
kelelahan, kelemahan
2. Fokus Pengkajian
a.
Aktivitas / Istirahat
Gejala
: kelemahan, kelelahan
Tanda
: takikardia, takipnea
/ hiperventilasi (respons terhadap aktivitas)
b.
Sirkulasi
Gejala : kelemahan, berkeringat
Tanda : Hipotensi (termasuk postural), Takikardia,
disritmia (hipovolemia / hipoksemia), nadi perifer lemah, pengisian kapiler
lambat / perlahan (vasokonstriksi), warna kulit pucat, sianosis (tergantung
pada jumlah kehilangan darah), kelemahan kulit / membran mukosa, berkeringat
(menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik)
c.
Integritas ego
Gejala :
faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak
berdaya.
Tanda :
tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit,
gemetar, suara gemetar.
d.
Eliminasi
Gejala :
riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan gastroenteritis
(GE) atau masalah yang berhubungan dengan GE, misalnya luka peptik atau
gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi
/ karakteristik feses.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensil, bunyi usus : sering
hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan, karakteristik feses
: diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah, berbusa,
bau busuk (steatorea), konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan
antasida), haluaran urine : menurun, pekat.
e.
Makanan / Cairan
Gejala :
anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian
luar sehubungan dengan luka duodenal), masalah menelan : cegukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual atau muntah
Tanda :
muntah dengan warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan
darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk
(perdarahan kronis).
f.
Neurosensi
Gejala :
rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan.
Tanda : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak
cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung
pada volume sirkulasi / oksigenasi).
g.
Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat
tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar
setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri epigastrum
kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan
dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri epigastrum kiri sampai / atau
menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung
kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal). Tak ada nyeri
(varises esofegeal atau gastritis). Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol,
penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen),
stresor psikologis.
Tanda :
wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit.
h.
Keamanan
Gejala :
alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA
Tanda :
peningkatan suhu, spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis /
hipertensi portal)
i.
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala :
adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung ASA, alkohol,
steroid. NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat diterima
karena (misal : anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misal : trauma
kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lama misal
: sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 1999, hal: 455).
B. Diagnosa
Keperawatan yang mungkin muncul
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan
muntah).
2.
Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake asupan gizi (mual, muntah).
4.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan, ancaman kematian, nyeri.
5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
6.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
menyeluruh
7.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan mual, muntah, nyeri
C. Implementasi
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan
muntah).
Tujuan
Kebutuhan cairan terpenuhi.
Kriteria
Hasil :
Tanda vital dalam batas normal, turgor kulit baik, membran mukosa lembab,
produksi urine output seimbang, muntah darah dan berak darah berhenti.
Rencana
Tindakan :
a.
Catat
karakteristik muntah dan/ atau drainase.
Rasional : Membantu dalam membedakan distress gaster. Darah merah cerah menandakan
adanya atau perdarahan arterial akut, mungkin karena ulkus gaster; darah merah
gelap mungkin darah lama (tertahan dalam usus) atau perdarahan vena dari
varises.
b.
Awasi tanda
vital; bandingkan dengan hasil normal klien/sebelumnya. Ukur TD dengan posisi
duduk, berbaring, berdiri bila mungkin .
Rasional : Hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi.
c.
Catat
respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya perubahan
mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan
suhu.
Rasional : Memburuknya
gejala dapat menunjukkan berlanjutnya perdarahan atau tidak adekuatnya
penggantian cairan.
d.
Awasi
masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur
kehilangan darah/ cairan melalui muntah dan defekasi.
Rasional : Memberikan
pedoman untuk penggantian cairan.
e.
Pertahankan
tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan
aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan. Hilangkan
rangsangan berbahaya.
Rasional : Aktivitas/
muntah meningkatkan tekanan intra-abdominal dan dapat mencetuskan perdarahan
lanjut.
f.
Tinggikan
kepala tempat tidur selama pemberian antasida.
Rasional : Mencegah
refluks gaster dan aspirasi antasida dimana dapat menyebabkan komplikasi paru
serius.
g.
Kolaborasi pemberian cairan/darah sesuai indikasi.
Rasional : Penggantian
cairan tergantung pada derajat
hipovolemia dan lamanya perdarahan (akut/kronis).
h.
Berikan obat
antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin
digunakan bila infeksi penyebab gastritis kronis.
i.
Awasi
pemeriksaan laboratorium; misalnya Hb/ Ht
Rasional: Alat untuk menentukan kebutuhan penggantian
darah dan mengawasi keefektifan terapi.
2.
Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung.
Tujuan:
Nyeri terkontrol.
Kriteria
Hasil:
Klien menyatakan nyerinya
hilang dan tampak
rileks, TTV stabil,TD=140/90 mmHg, N=80x/i, RR= 20x/i, T= 36-37oC,
skala nyeri 0-1.
Rencana
Tindakan:
a.
Catat
keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).
Rasional: Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala
nyeri klien sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan
dan terjadinya komplikasi.
b.
Kaji ulang faktor
yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
Rasional : Membantu
dalam membuat diagnose dan kebutuhan terapi.
c.
Anjurkan
makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk klien.
Rasional : Makanan
mempunyai efek penetralisir, juga mencegah distensi dan haluaran gastrin.
d.
Identifikasi
dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Rasional : Makanan
khusus yang menyebabkan distress bermacam-macam antara individu.
e.
Bantu
latihan rentang gerak aktif/ aktif.
Rasional: Menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri/ ketidaknyamanan.
f.
Kolaborasi pemberian obat analgesik sesuai indikasi.
Rasional : Mengobati
nyeri yang muncul.
3.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil
:
Klien tidak mual lagi, klien
menghabiskan porsi makanan, peningkatan
HB, peningkatan BB mencapai berat badan ideal, conjungtiva tidak eremis.
Rencana
tindakan :
a.
Kaji status
nutrisi dan factor-faktor penyebab kurangnya intake nutrisi.
Rasional
: untuk mengetahui sejauh mana perkembangan dari keadaan pasien. Dan perubahan
yang terjadi.
b.
Anjurkan
klien makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional
: mencegah perangsangan yang mendadak pada lambung
c.
Hindari
makanan yang keras dan merangsang peningkatan asam lambung seperti pedas, asam,
kopi, alcohol dan lain-lain.
Rasional
: untuk menghindari kerja lambung yang berat dan meminimalkan Iritasi pada
lambung.
d.
Timbang
berat badan setiap hari
Rasional
: untuk mengetahui perkembangan berat badan.
e.
Kolaborasi dalam
pemberian obat penurun sekresi lambung
Rasional
: untuk mencegah mual, dan muntah.
4.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan, ancaman kematian, nyeri.
Tujuan :
Ansietas berkurang / hilang.
Kriteria
Hasil :
Menunjukkan rasa rileks serta melaporkan rasa ansietas hilang atau
berkurang.
Rencana
Tindakan :
a.
Awasi respon
fisiologis, misalnya takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala dan sensasi
kesemutan.
Rasional : Dapat
menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga
berhubungan dengan kondisi fisik/ status syok.
b.
Catat
petunjuk perilaku seperti gelisah, kurang kontak mata dan perilaku melawan.
Rasional : Indikator
derajat takut yang dialami klien.
c.
Dorong
pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
Rasional : Membantu
klien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas konsep.
d.
Berikan
lingkungan tenang untuk istirahat.
Rasional : Meningkatkan
relaksasi dan keterampilan koping.
e.
Dorong orang
terdekat tinggal dengan klien. Berespons terhadap tanda panggilan dengan cepat.
Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan tepat.
Rasional : Membantu
menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
5.
Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang proses penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang perawatan di rumah bertambah setelah diberikan
pendidikan kesehatan tentang hematemesis melena.
Kriteria
Hasil :
Klien menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya sendiri (bila tahu) dan
penggunaan tindakan pengobatan.
Rencana
Tindakan :
a.
Kaji sejauh
mana ketidakmengertian klien dan keluarga tentang penyakit yang diderita.
Rasional : Mengidentifikasi
area kekurangan pengetahuan/ salah informasi dan memberikan kesempatan untuk
memberikan informasi tambahan sesuai kebutuhan.
b.
Diskusikan
dengan klien untuk melakukan pendidikan kesehatan.
Rasional : Partisipasi
dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama dengan klien.
c.
Berikan
penjelasan tentang penyakit yang klien derita, cara pengobatan dan perawatan di
rumah serta pencegahan kekambuhan penyakit.
Rasional : Memberikan
pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan informasi/ keputusan
tentang masa depan dan kontrol masalah kesehatan.
d.
Berikan
kesempatan klien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikan
kesehatan.
Rasional : Memberikan
kesempatan klien dan keluarga untuk lebih memahami tentang penyakitnya.
e.
Berikan
evaluasi terhadap keefektifan pendidikan kesehatan.
Rasional : Mengetahui
sejauh mana pengetahuan klien setelah diberi pendidikan kesehatan.
6.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
menyeluruh
Tujuan
:
Klien dapat melakukan aktifitas yang di inginkan
Kriteria hasil
:
Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan
oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
a.
Periksa tanda
vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan
vasodilator, diuretik dan penyekat beta.
Rasional :
hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
b.
Catat respons
kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea
berkeringat dan pucat.
Rasional :
penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama
aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c.
Evaluasi
peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional :
dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.
d.
Implementasi
program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional :
peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi
jantung tidak dapat membaik kembali.
7.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan mual, nyeri epigastrium
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi diharapkan istirahat dan tidur terpenuhi.
Kriteria
hasil :
Klien dapat tidur sesuai kebutuhannya, klien tidak terlihat lesu dan lemah, tidak terlihat lingkaran hitam pada palpebra inferior dan superior.
Rencana
tindakan :
a.
Kaji tingkat
kebutuhan istirahat tidur
Rasional
: untuk mengetahui tingkat gangguan kebutuhan istirahat Tidur
b.
Atur posisi
yang nyaman bagi klien.
Rasional
: dengan posisi yang mendukung dapat memberikan rasa nyaman
c.
Diskusikan
dengan pasien tentang pola dan kebiasaan pada saat akan tidur.
Rasional
: dengan menggunakan kebiasaan yang sama walaupun dengan lingkungan
yang berbeda diharapkan klien dapat tidur seperti biasa.
d.
Ganti laken
dan pakaian klien setiap hari.
Rasional
: agar klien merasa nyaman dan tidak gerah pada saat tidur.
e.
Ciptakan
lingkungan yang terang dan nyaman.
Rasional
: dengan lingkungan terang diharapkan klien tidur dengan nyenyak.
f.
Berikan obat
sesuai dengan indikasi.
Rasional
: mengurangi nyeri yang klien rasakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Dongoes
Mailyn. E.2005 . Rencana Asuhan
keperawatan. EGC : Jakarta
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi,
Edisi 3. Jakarta :EGC.
Wilkinson,
Nancy R. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC,
Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG
Price A. Sylvia
& Lorraine M. Wilson.2006. Patofisologi edisi 6,vol.2.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.