BAB I
DEMAM TYPHOID
A. Pengertian
Demam typhoid (typhoid fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih
dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran. Demam typhoid adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh infeksi salmonella typhi.
B. Etiologi
Penyebab utama demam typhoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut
getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O
(somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H
(flegella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin)
terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan
fakultatif anaerob pada suhu 15-41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8.
Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses,
urin, makanan/minuman yang terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.
C. Patofisiologi
1.
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya >10.000 basil kuman).
Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka
basil salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju
lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum
distal dan kelejar getah bening mesenterika.
2.
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening
mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah
(bakterimia) melalui ductus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo
endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi
portar dari usus.
3.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi
limfosit, zat plasma, dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan
pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini, kuman salmonlla thypi berkembang
biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua
yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
4.
Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh
darah di sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia.
Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan
mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel
kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama
timbulnya penyakit, terjadi hyperplasia plak peyeri. Disusul kemudian, terjadi
nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga.
Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan
meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai
cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
D. Manifestasi klinis
Demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa
tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,
sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri,
nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis
yang biasanya ditemukan, yaitu:
1.
Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu
bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu
tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan
normal kembali.
2.
Gangguan pada
saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated
tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan
perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3.
Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai
samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu
pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4.
Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya
gejala penyakit demam typhoid, akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat.
Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar
diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam
organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1.
Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu,
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2.
Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid sering kali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3.
Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal
ini dikarenakan hasil biakan darah
tergantung dari beberapa faktor :
a.
Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b.
Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama
positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan
darah dapat positif kembali.
c.
Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid
di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini
dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d.
Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah
sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4.
Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara
antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a.
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
b.
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
c.
Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI
(berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya
aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi
titernya makin besar klien menderita typhoid.
F. Komplikasi
1.
Komplikasi intestinal
a.
Perdarahan usus
b.
Perporasi usus
c.
Ilius paralitik
2.
Komplikasi extra intestinal
a.
Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi
(renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b.
Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia,
dan syndroma uremia hemolitik.
c.
Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d.
Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis,
kolesistitis.
e.
Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis
dan perinepritis.
f.
Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis,
spondilitis dan arthritis.
g.
Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus,
meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
G. Penatalaksanaan
1.
Perawatan
a.
Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau
14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
b.
Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai
dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
2.
Diet
a.
Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
b.
Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c.
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari
lalu nasi tim.
d.
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas
dari demam selama 7 hari.
3.
Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid.
Waktu penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika,
seperti ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole, dan
ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam tipoid di negara-negara
barat. Obat-obat antibiotik adalah :
a.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari,
terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
b.
Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian
kloramfenikol, diberi ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam
3-4 kali. Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
c.
Amoksisilin amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari,
terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
d.
Kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari
terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
e.
Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan
dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari,
sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari.
f.
Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
Bila tak terawat, demam typhoid
dapat berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Kematian terjadi antara
10% dan 30% dari kasus yang tidak terawat. Vaksin untuk demam typhoid tersedia
dan dianjurkan untuk orang yang melakukan perjalanan ke wilayah penyakit ini
biasanya berjangkit (terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin).
Pengobatan penyulit tergantung
macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi nerologik menonjol, diberi
Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kg BB, intravena perlahan
(selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan
tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian. Tatalaksana bedah dilakukan pada
kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus.
BAB II
KONSEP DASAR
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.
2.
Keluhan utama
Keluhan utama demam typhoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
3.
Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
4.
Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam typhoid dan penyakit lainnya.
5.
Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita demam typhoid, hipertensi, diabetes
melitus.
6.
Aktivitas/ Istirahat
Gejala: gangguan pola tidur,
mis., insomnia dini hari, kelemahan.
Perasaan “hiper” dan/ atau
ansietas
7.
Sirkulasi
Gejala: TD rendah/ bradikardi
8.
Integritas Ego
Gejala: ketidakberdayaan/ putus asa
Tanda: ansietas, mis., pucat,
berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
9.
Eliminasi
Gejala: nyeri abdomen dan distres
Tanda: nyeri tekan abdomen,
distensi
10. Makanan/
cairan
Gejala: anoreksia, mual, muntah
nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap makanan contoh makanan pedas, Penurunan
berat badan
Tanda: membran msukosa kering,
penurunan produksi mukosa, berat jenis urine meningkat.
11. Neurosensori
Gejala: rasa berdenyut,
pusing/sakit kepala, kelemahan, status mental: tingkat kesadaran dapat
terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi/ bingung, sampai
pingsan dan koma.
12. Nyeri/
kenyamanan
Gejala: nyeri, digambarkan sebagai
tajam, dangkal, rasa terbakar, perih; nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai
perforasi. Nyeri epigastrium kiri sampai tengah/ menyebar ke punggung terjadi
1-2 makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri epigastrium
terlokalisir di kanan terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung
kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal). Faktor
pencetus: makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obat tertentu (salisilat,
reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda: wajah berkerut, berhati-hati
pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
13. Keamanan
Gejala: alergi terhadap obat/
sensitif, mi., ASA
Tanda: peningkatan suhu
B. Diagnosa keperawatan
1.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
2.
Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
3.
Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan proses
peradangan pada usus halus
4.
Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia
5.
Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene
berhubungan dengan kelemahan dan imobilisasi
6.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses
peradangan.
7.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan,
kurangnya motivasi
8.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi
C. Implementasi
1.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
Tujuan : suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil ;
a.
Tidak demam
b.
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
a.
Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2
– 4 jam.
R/: Mengetahui keadaan umum pasien
b.
Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
c.
Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/: Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.
d.
Anjurkan untuk
banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak
e.
Kolaborasi
pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik
menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
2.
Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh,
intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a.
Tidak mual
b.
Tidak demam
c.
Muntah
d.
Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi:
a.
Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/: Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat
memenuhi kebutuhan cairan.
b.
Monitor dan catat intake dan output cairan
R/: Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
c.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/: Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
d.
Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat
muntah, kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau
efek dari kehilangan cairan
e.
Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah
menurun, nadi cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/
penanganan jika terjadi syok
f.
Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu
memenuhi kebutuhan cairan
g.
Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan
asupan cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat
sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh
h.
Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting
bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan yang hilang
3.
Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada
usus halus
Tujuan : pola eliminasi sesuai
dengan kebiasaan sehari-hari
Kriteria hasil : konsistensi normal
Intervensi:
a.
Kaji pola eliminasi pasien
R/: Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
b.
Berikan minuman oralit
R/: Untuk menyeimbangkan elektrolit
c.
Kolaborasi dengan dokter dalam obat
R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
d.
Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi,
penumpukan fekalit
e.
Selidiki keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
f.
Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi,
dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi gi, mengidentifikasi ketepatan intervensi
g.
Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang
merangsang bab
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
h.
Kolaborasi berikan pelunak feses, supositoria sesuai
indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan
4.
Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh
b/d mual, muntah, anoreksia
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
a.
Tidak demam
b.
Mual berkurang
c.
Tidak ada muntah
d.
Porsi makan tidak dihabiskan
Intervensi:
a.
Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna,
dan sajikan dalam keadaan hangat
R/: Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
b.
Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
c.
Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator
intervensi selanjutnya
d.
Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
e.
Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi
protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
f.
Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan
makanan yang disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan
klien
g.
Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk
menghindari makanan yang mengandung gas/asam, peda
R/: Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan
menurunkan asupan nutrisi
h.
Kolaborasi berikan antiemetik, antasida sesuai
indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu
mual/muntah
5.
Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d
kelemahan dan imobilisasi
Tujuan : kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah
diberi tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
a.
Pasien mengatakan tidak lemah
b.
Tampak rileks
Intervensi:
a.
Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari
R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien
b.
Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi
6.
Gangguan rasa
nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : nyeri hilang/berkuran
Kriteria
hasil :
a.
Tidak ada
keluhan nyeri
b.
Wajah tampak
tampak rileks
c.
Ttv dalam batas
normal
Intervensi:
a.
Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam
melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri
dipersepsikan.
b.
Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat
klien lebih rileks sehingga merelaksasikan otot-otot.
c.
Ajarkan tehnik nafas
dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat
merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
d. Ajarkan
kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi,
aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
e.
Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan
menekan atau mengurangi rasa nyeri
7.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria
hasil :
a.
Melaporkan sudah mandi
b.
Klien tampak segar, bersih
Intervensi:
a.
Kaji tingkat kebersihan diri pasien
R/: Mengetahui tingkat kebersihan
diri pasien dan untuk memudahkan intervensi selanjutnya
b.
Jelaskan pentingnya kebersihan diri
R/: agar pasien paham dan mengerti
tentang pentingnya kebersihan diri
c.
Jelaskan cara melakukan/menjaga kebersihan diri
terutama modifikasi
R/: sebagai acuan dalam pemilihan teknik yang tepat
sesuai kondisi pasien
d.
Anjurkan klien/keluarga untuk memasukkan dalam
kegiatan sehari-hari
R/: agar kebutuhan kebersihan diri tetap terjaga
8.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan
: pengetahuan klien/keluarga betambah
Kriteria hasil :
a.
Klien/keluarga mengatakan sudah tahu
b.
orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang
kondisi anaknya
Intervensi:
a.
Kaji tingkat pengetahuan keluarga/klien
R/: Untuk sebagai acuan untuk menentukan intervensi
selanjutnya
b.
Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hal ini
berkaitan dengan dengan anatomi dan fisiologi
R/: agar keluarga/klien lebih paham tentang penyakit
yang diderita klien
c.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
penyakit
R/: agar
keluarga/klien juga dapat mengetahui tanda dan gejala pada penyakit
d.
Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
R/: agar
keluarga dapat mengetahui perkembangan apa saja yang ada pada pasien setelah
dirawat
e.
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
R/: agar keluarga juga dapat memilih terapi sesuai apa
yang mereka ketahui dan inginkan
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer. dkk. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius.
Donna L.Wong, dkk. 2002 .Buku Ajar Keperawatan Pediatrik ed
6. Jakarta : EGC
Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta
: EGC
Wong, Dona l. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.
Jakarta : EGC
Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak.
Jakarta : CV Sagung Seto.
Dongoes. 2005 . Rencana Asuhan keperawatan. Jakarta
: EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta :
EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar