Cari Blog Ini

Senin, 26 Desember 2016

Laporan Pendahuluan dan Konsep Dasar Askep Demam Typhoid Tifoid




BAB I
DEMAM TYPHOID

A.      Pengertian
Demam typhoid (typhoid fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya  mengenai saluran  pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Demam typhoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella typhi.

B.       Etiologi
Penyebab utama demam typhoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.

C.      Patofisiologi
1.    Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar getah bening mesenterika.
2.    Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
3.    Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini, kuman salmonlla thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
4.    Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hyperplasia plak peyeri. Disusul kemudian, terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.

D.      Manifestasi klinis
Demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1.    Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2.    Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3.    Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4.    Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typhoid, akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.

E.       Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1.    Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2.    Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid sering kali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3.    Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a.    Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b.    Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c.    Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d.   Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.


4.    Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a.    Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b.    Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c.    Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

F.       Komplikasi
1.      Komplikasi intestinal
a.    Perdarahan usus
b.    Perporasi usus
c.    Ilius paralitik
2.      Komplikasi extra intestinal
a.    Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b.    Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
c.    Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d.   Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e.    Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f.     Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g.    Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

G.      Penatalaksanaan
1.    Perawatan
a.    Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
b.    Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
2.    Diet
a.    Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
b.    Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c.    Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d.   Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3.    Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid. Waktu penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika, seperti ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole, dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam tipoid di negara-negara barat. Obat-obat antibiotik adalah :
a.    Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
b.    Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
c.    Amoksisilin amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
d.   Kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
e.    Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari.
f.     Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
Bila tak terawat, demam typhoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari kasus yang tidak terawat. Vaksin untuk demam typhoid tersedia dan dianjurkan untuk orang yang melakukan perjalanan ke wilayah penyakit ini biasanya berjangkit (terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin).
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian. Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus.
















BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A.      Pengkajian
1.         Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2.         Keluhan utama
Keluhan utama demam typhoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3.         Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi  ke dalam tubuh.
4.         Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam typhoid dan penyakit lainnya.
5.         Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita demam typhoid, hipertensi, diabetes melitus.
6.         Aktivitas/ Istirahat
Gejala: gangguan pola tidur, mis., insomnia dini hari, kelemahan.
Perasaan “hiper” dan/ atau ansietas
7.         Sirkulasi
Gejala: TD rendah/ bradikardi
8.         Integritas Ego
Gejala: ketidakberdayaan/ putus asa
Tanda: ansietas, mis., pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
9.         Eliminasi
Gejala: nyeri abdomen dan distres
Tanda: nyeri tekan abdomen, distensi
10.     Makanan/ cairan
Gejala: anoreksia, mual, muntah nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap makanan contoh makanan pedas, Penurunan berat badan
Tanda: membran msukosa kering, penurunan produksi mukosa, berat jenis urine meningkat.
11.     Neurosensori
Gejala: rasa berdenyut, pusing/sakit kepala, kelemahan, status mental: tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi/ bingung, sampai pingsan dan koma.
12.     Nyeri/ kenyamanan
Gejala: nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih; nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Nyeri epigastrium kiri sampai tengah/ menyebar ke punggung terjadi 1-2 makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri epigastrium terlokalisir di kanan terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal). Faktor pencetus: makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obat tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda: wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
13.     Keamanan
Gejala: alergi terhadap obat/ sensitif, mi., ASA
Tanda: peningkatan suhu

B.       Diagnosa keperawatan
1.         Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
2.         Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
3.         Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus
4.         Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia
5.         Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene berhubungan dengan kelemahan dan imobilisasi
6.         Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
7.         Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, kurangnya motivasi
8.         Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

C.      Implementasi
1.         Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
Tujuan : suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil ;
a.    Tidak demam
b.    Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
a.    Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam.
R/: Mengetahui keadaan umum pasien
b.    Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
c.    Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/: Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.
d.   Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
e.    Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri



2.         Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a.    Tidak mual
b.    Tidak demam
c.    Muntah
d.   Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi:
a.    Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/: Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat memenuhi kebutuhan cairan.
b.    Monitor dan catat intake dan output cairan
R/: Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
c.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/: Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
d.   Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek dari kehilangan cairan
e.    Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
f.     Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
g.    Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh
h.    Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan yang hilang
3.         Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus
Tujuan : pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari
Kriteria hasil : konsistensi normal
Intervensi:
a.    Kaji pola eliminasi pasien
R/: Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
b.    Berikan minuman oralit
R/: Untuk menyeimbangkan elektrolit
c.    Kolaborasi dengan dokter dalam obat
R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
d.   Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan fekalit
e.    Selidiki keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
f.     Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi gi, mengidentifikasi ketepatan intervensi
g.    Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang bab
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
h.    Kolaborasi berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan

4.         Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
a.    Tidak demam
b.    Mual berkurang
c.    Tidak ada muntah
d.   Porsi makan tidak dihabiskan


Intervensi:
a.    Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam keadaan hangat
R/: Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
b.    Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
c.    Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi selanjutnya
d.   Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
e.    Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
f.     Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan klien
g.    Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung gas/asam, peda
R/: Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan nutrisi
h.    Kolaborasi berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah

5.         Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
Tujuan : kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
a.    Pasien mengatakan tidak lemah
b.    Tampak rileks
Intervensi:
a.    Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien
b.    Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi

6.         Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : nyeri hilang/berkuran
Kriteria hasil     :
a.    Tidak ada keluhan nyeri
b.    Wajah tampak tampak rileks
c.    Ttv dalam batas normal
Intervensi:
a.    Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.
b.    Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan otot-otot.
c.    Ajarkan   tehnik   nafas    dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
d.   Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
e.    Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri




7.         Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil        :
a.    Melaporkan sudah mandi
b.    Klien tampak segar, bersih
Intervensi:
a.    Kaji tingkat kebersihan diri pasien
R/: Mengetahui tingkat kebersihan diri pasien dan untuk memudahkan intervensi selanjutnya
b.    Jelaskan pentingnya kebersihan diri
R/: agar pasien paham dan mengerti tentang pentingnya kebersihan diri
c.    Jelaskan cara melakukan/menjaga kebersihan diri terutama modifikasi
R/: sebagai acuan dalam pemilihan teknik yang tepat sesuai kondisi pasien
d.   Anjurkan klien/keluarga untuk memasukkan dalam kegiatan sehari-hari
R/: agar kebutuhan kebersihan diri tetap terjaga

8.         Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan                : pengetahuan klien/keluarga betambah
Kriteria hasil      :
a.    Klien/keluarga mengatakan sudah tahu
b.    orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
Intervensi:
a.    Kaji tingkat pengetahuan keluarga/klien
R/: Untuk sebagai acuan untuk menentukan intervensi selanjutnya
b.    Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hal ini berkaitan dengan dengan anatomi dan fisiologi
R/: agar keluarga/klien lebih paham tentang penyakit yang diderita klien
c.    Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
R/: agar keluarga/klien juga dapat mengetahui tanda dan gejala pada penyakit
d.   Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
R/: agar keluarga dapat mengetahui perkembangan apa saja yang ada pada pasien setelah dirawat
e.    Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
R/: agar keluarga juga dapat memilih terapi sesuai apa yang mereka ketahui dan inginkan



























DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Penerbit      Media Aesculapius.
Donna L.Wong, dkk. 2002 .Buku Ajar Keperawatan Pediatrik ed 6. Jakarta : EGC
Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Wong, Dona l. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : CV Sagung Seto.
Dongoes. 2005 . Rencana Asuhan keperawatan. Jakarta : EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar