Cari Blog Ini

Senin, 06 Maret 2017

Impaksi Serumen Sumbatan Serumen di Telinga


BAB I
KONSEP MEDIS

A.      DEFINISI
Serumen adalah sekret kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat pada bagian kartilaginosa liang telinga. Ada dua tioe dasar,yaitu basah dan kering. (Elizabeth, 2010)
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu (Bruner & Sudarth, 2002)
Impeksi Serumen adalah penumpukan serumen pada kanalis eksternus dalam jumlah dan warna yang bervariasi. (Rospa Hetaria, 2011)
Sumbatan Serumen adalah hasil dari produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa yang terdapat di bagian kartilago liang telinga luar dan epitel kulit yang terlepas dan pertikel debu, yang berguna untuk melicinkan dinding liang telinga dan mencegah masuknya serangga kecil ke dalam liang telinga. Dalam keadaan normal serumen terdapat di sepertiga luar liang telinga karena kelenjar tersebut hanya ditemukan di daerah ini dan keluar dengan sendirinya dari liang telinga  akibat migrasi epitel kulit yang bergerak dari arah membrane timpani menuju keluar serta dibantu oleh gerakan rahang sewaktu mengunyah.
B.       ETIOLOGI
Menurut Bruner & Sudarth, (2002) sebab terjadinya impaksi serumen diantarannya:
1.         Dermatitis kronik pada telinga luar
2.         Liang telinga yang sempit
3.         Produksi serumen terlalu banyak dan kental
4.         Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebisaan mengorek telinga)
C.      PATOFISIOLOGI
Kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran. Usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi.
Sumbatan pada telinga bagian luar biasanya disebabkan oleh kotoran telinga (serumen). Saluran telinga memiliki kelenjar yang menghasilkan serumen untuk melindungi telinga dari masuknya debu, bakteri, dan partikel asing yang dapat menyebabkan kerusakan pada telinga. Normalnya serumen ini akan perlahan-lahan keluar dari telinga atau bisa dikeluarkan dengan membersihkan telinga. Jumlah serumen yang dihasilkan berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa orang memiliki produksi serumen yang lebih banyak dibanding orang lain. Pada beberapa kasus, serumen bisa mengeras di dalam saluran telinga dan menyebabkan sumbatan. Kondisi ini bisa memberat jika kotoran telinga (serumen) terdorong masuk saat membersihkan telinga.
Kumpulan serumen yang berlebihan bukanlah suatu penyakit. Sebagian orang menghasilkan amat banyak serumen seperti halnya sebagian orang lebih mudah berkeringat dibandingkan yang lain. Pada sebagian orang,serumen dapat mengeras dan membentuk sumbatan yang padat ;pada yang lain , mungkin merasakan telinganya tersumbat atau tertekan.Bila suatu sumbatan serumen yang padat menjadi lembab,misalnya setelah mandi ,maka sumbatan tersebut dapat mengembang dan menyebabkan gangguan pendengaran sementara.(Adams boies higler)
Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam saluran telinganya, terutama manik-manik, penghapus karet atau kacang-kacangan, serta berupa air. Masuknya air dingin ke dalam telinga tengah dapat mengakibatkan vertigo akut dengan cara menginduksi arus konveksi termal dalam kanalis semisirkularis (Brunner & Suddarth, 2002)
D.      MANIFESTASI KLINIS
Menurut Boies (2000), Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita penyakit impaksi serumen, antara lain :
1.         Pendengaran berkurang.
2.         Nyeri di telinga karena serumen yang keras membatu menekan dinding liang telinga.
3.         Telinga berdengung (tinitus).
4.         Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo)
E.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Elizabeth (2010) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, diantaranya :
1.         CT-Scan : tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang
2.         Scan Galium-67 : terlihat focus infeksi akut yang akan kembali normal dengan resolusi infeksi.
3.         Scan Tekhnetium-99 : terlihat aktifitas osteoblastik yang akan kembali normal beberapa bulan setelah resolusi klinik.
4.         MRI : monitor serebral, pembuluh darah yang terkait
5.         Tes Laboratorium : nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotic
6.         Ketajaman Auditorius.
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan, bisikan kata atau detakan jam tangan, bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan.Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
7.         Uji Weber
Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mende¬ngar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilang¬an pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pende¬ngaran unilateral.
8.         Uji Rinne
Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi udara). Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengarkan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlangsung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.
F.       KOMPLIKASI
Menurut Bruner & Sudarth, (2002) komplikasi yang dapat terjadi pada impaksi serumen, diantaranya :
1.         Otalgia
2.         Vertigo
3.         Otitis media
4.         Resiko infeksi
G.      PENATALAKSANAAN
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.
Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga, antara lain:
1.         Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator (pelilit).
2.         Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
3.         Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5 hari, setelah itu dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
4.         Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37 C agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler. (Brunner & Suddarth (2002)
H.      PROGNOSIS
Bila ditemukan dini maka prognosis baik. Bila terlambat ditemukan maka akan dilakukan reseksi temporal dengan kemungkinan kelangsungan hidup yang sempit.






BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

Menurut Debora, Oda. 2011, pengkajian teoritis impaksia Serumen antara lain :
A.      PENGKAJIAN
1.    Identitas klien
2.    Riwayat kesehatan sekarang
a.    Keluhan utama saat masuk rumah sakit.
Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun, nyeri, telinga berdengung, dan pusing di mana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo).
b.    Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehtan masa lalu yang berhubungan dengan penyakit impaksi serumen adalah kebiasaan membersihkan telinga yang tidak benar.
3.    Pemeriksaan fisik pada telinga
Inspeksi : lesi, tragus tampak merah, ada darah atau sekret yang keluar, membran timpani, serumen, benda asing dalam liang telinga.
Palpasi : nyeri, kelenjar limfe membengkak.
4.    Pemeriksaan tajam pendengaran : webber, rinne, dan berbisik.
5.    Pemeriksaan fisik head to toe
a.    Kaji keadaaan umum:kaji tingkat kesadaran,berat badan dan tinggi badan klien. Dan kaji tanda-tanda vital klien.
b.    Kepala : Amati bentuk kepala apakah ada edema,dan amati apakah ada kondisi luka(jahitan)
-       Rambut : Biasanya rambut klien tidak bersih, rontok dan di kepala tidak ada pembengkakan.   
-       Wajah : Biasaya wajah pasien kelihatan pucat karena adanya nyeri
-       Mata : Biasanya kedua mata klien simetris,reflek cahaya baik, dan konjungtiva biasanya anemis, biasanya palpebra klien tdak udema,skelera tdak ikterik,pupil isokor
-       Telinga : Biasanya telinga klien Terjadi penyumbatan Karena terdapat benda asing yang masuk kedalam liang telinga, Pendengaran terganggu, Rasa nyeri telinga / otalgia
-       Hidung : Biasanya klien tidak ada mengeluh dengan masalah hidung
-       Bibir : Biasanya bibir pasien tampak pucat dan kering.
-       Gigi : Biasanya kelengkapan gigi, kondisi gigi klien tampak normal dan biasanya    kebersihan gigi  kurang.
-       Lidah : Biasanya tampak normal tidak kotor, tidak hiperik
c.    Leher : Biasanya leher pada klien penyakit benda asong dalam telinga  ini tampak normal saja
d.   Dada
-       Inspeksi : Biasanya bentuk dan kesemetrisan rongga dada tampak normal. Biasanya klien tampak susah bernafas / mengatur jalannya nafas dada, frekwensi nafas 12 sampai 20 X permenit,tidak dyspnea
-       Palpasi : Biasanya normal,biasanya dgn menggunakan getaran vocal yg dsebut vocal primitus
-       Perkusi : Biasanya bunyi ketukan pada dinding dada dan bunyi dada normal jaringan sonor
-       Auskultasi : Biasanya tidak ada terdengar bunyi tambahan pada saat klien melakukan insipirasi dan ekspirasi.
e.    Jantung
-       Inspeksi : Biasanya ictus cordis tampak normal terlihat pada ICS -5
-       Palpasi : Biasanya lokasi ictus cordis teraba normal tidak lebih dari 1cm
-       Perkusi   : biasanya batas-batas jantung klien pada penyakit ini normal
-       Auskultasi : biasanya irama denyutan jantung terdengar normal
f.     Abdomen
-       Inspeksi    : biasanya tidak adanya pembesaran rongga abdomen
-       Auskultasi : biasanya bunyi bising usus terdengar frekuensinya tidak normal karna klien mengalami penurunan nafsu makan
-       Palpasi     : biasanya teraba normal saja
-       Perkusi    : biasanya bunyi ketukannya terdengar normal
g.    Genitourinaria : Biasanya klien tidak ada terpasang kateter
h.    Ekstremitas : Biasanya kekuatan otot kurang dari normal akibat klien terasa letih menahan nyeri dan biasanya ekstremitas atas terpasang infus untuk menambah cairan dalam tubuh klien karna nafsu makan klien berkurang dan biasanya kekuatan otot klien ini menurun
i.      Sistem Integumen : Biasanya warna kulit klien tampak pucat dan biasanya suhu kulit meningkat
j.      Sistem Neurologi
Biasanya sistem neuro pada klien penyakit  ini normal saja
B.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose teoritis menurut Wilkinson (2000) pada pasien Impaksia Serumen, antara lain :
1.    Nyeri b/d inflamasi pada liang telinga
2.    Gangguan persepsi sensori (auditori) b/d perubahan persepsi sensori
3.    Resiko infeksi b/d lesi pada liang telinga.
4.    Kurang pengetahuan b/d kurang terpapar informasi mengenai penyakit
C.      INTERVENSI
1.    Nyeri b/d inflamasi pada liang telinga
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan rasa nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
-       Skala nyeri (0-3)
-       Pasien tampak rileks
Intervensi :
a.    Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas.
R/ Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi
b.    Berikan posisi yang nyaman pada pasien
Untuk meningkatkan relaksasi
c.    Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan
R/ Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri
d.   Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri, seperti nafas dalam
R/ Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri
e.    Kolaborasi pemberian obat (analgesik) sesuai indikasi
R/ Diberikan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan relaksasi mental dan fisik.

2.    Gangguan Persepsi Sensori : auditori b/d Perubahan persepsi sensori
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan Gangguan persepsi klien hilang/berkurang
Kriteria hasil :
-       Pasien dapat mendengar dengan baik
-       Pasien tidak meminta untuk mengulang setiap pertanyaan yang diajukan
Intervensi :
a.    Kaji ketajaman pendengaran pasien
R/ Untuk mengetahui tingkat ketajaman pendengaran pasien dan untuk menentukan intervensi
b.    Ciptakan komunikasi alternatif non-verbal pasien dan orang-orang terdekat, seperti menganjurkan pembicara menulis atau menggunakan bahasa tubuh untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikan kepada pasien
Rasional :  untuk mempertahankan komunikasi dan hubungan yang baik antara pasien dengan orang-orang terdekat
c.    Anjurkan kepada keluarga atau orang terdekat klien untuk tinggal bersama klien
R/ .      Menghindari perasaan terisolasi pasien
d.   Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk mematuhi program terapi
R/ Mematuhi program akan mempercepat proses penyembuhan.
3.    Resiko infeksi b/d lesi pada liang telinga.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil :
-       Tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti kalor, dubor, tumor, dolor
-       TTV dalam batas normal
Intervensi :
a.    Kaji tanda – tanda infeksi
R/ Untuk mengetahui apakah pasien mengalami infeksi
b.    Pantau TTV terutama suhu tubuh
R/ TTV merupakan acuhan untuk mengetahui keadaan umum pasien, perubahan suhu menjadi tinggi merupakan salah satu proses infeksi.
c.    Ajarkan teknik aseptik pada pasien
R/ Meminimalisasi terjadinya infeksi.
d.   Cuci tangan sebelum memberi asuhan keperawatan ke pasien
R/ Mencegah terjadinya infeksi nasokomial.
4.    Kurang pengetahuan b/d kurang terpapar informasi mengenai penyakit
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan kebutuhan akan informasi terpenuhi
Kriteria hasil :
-       Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
-       Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
-       Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
a.    Tentukan persepsi pasien tentang proses penyakit.
R/ Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
b.    Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan
R/ Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
c.    Berikan informasi mengenai penanganan dan pengobatan, interaksi,efek samping dan pentingnya ketaatan pada program
R/ Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam proses penyembuhan
d.   Berikan HE pada pasien
R/ Diharapkan pasien memahami kondisi dan penanganan penyakit yang dialami
DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. 1997. BOIES" Buku Ajar Penyakit THT (BOIES Fundamentals of Otolaryngology)" F.disi 6. Jakarta: EGC(67)
Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku PATOFISIOLOGI.Jakarta : EGC
Debora, Oda. 2011. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta; Salemba Medika
Hetharia, Rospa, Mulyani, Sri, 2011. Asuhan Keperawatan Telinga Hidung Tenggorokan. Jakarta: Trans Info Media.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith.M, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil Noc, EGC, Jakarta.