Cari Blog Ini

Kamis, 27 September 2012

Elektrokardiogram (EKG)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Pengertian
Elektrokardiagram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung.  Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai gelombang P, QRS dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium.(1)
Elektrokardiogram (ECG atau EKG) adalah tes non-invasif yang digunakan untuk mencerminkan kondisi jantung yang mendasarinya dengan mengukur aktivitas listrik jantung. Dengan posisi lead (listrik sensing perangkat) pada tubuh di lokasi standar, informasi tentang kondisi jantung yang dapat dipelajari dengan mencari pola karakteristik pada EKG.(2)
Elektrokardiogram, EKG atau ECG: Sebuah EKG adalah bagian penting dari evaluasi awal pasien yang diduga memiliki masalah jantung yang terkait. Elektroda lengket kecil diterapkan ke dada pasien, lengan dan kaki. Namun, dengan beberapa sistem, elektroda dapat diterapkan untuk bahu dada, dan sisi dada bagian bawah, atau pinggul. Kabel digunakan untuk menghubungkan pasien dengan mesin EKG. Anda akan diminta untuk tetap diam sementara perawat atau teknisi catatan EKG. Aktivitas listrik yang diciptakan oleh pasien jantung diproses oleh mesin EKG dan kemudian dicetak pada kertas grafik khusus. Ini kemudian ditafsirkan oleh dokter Anda. Ini membutuhkan waktu beberapa menit untuk menerapkan elektroda EKG, dan satu menit untuk membuat rekaman yang sebenarnya.(3)

B.       Kegunaan EKG
EKG dapat memberikan data yang mendukung diagnosis dan pada beberapa kasus penting untuk penetalaksanaan pasien. EKG penting untuk diagnosis dan penatalaksanaan kelainan irama jantung. EKG membantu mendiagnosis penyebab nyeri dada, dan ketepatan penggunaan trombolisis pada infark miokard tergantung padanya. EKG dapat membantu mendiagnosis penyebab sesak nafas.(4)
Karena aktivitas listrik memicu aktivitas mekanis, kelainan pola listrik biasanya disertai oleh kelainan aktivitas kontraktil jantung. Evaluais terhadap EKG dapat memberikan informasi yang berguna mengenai status jantung, termasuk kecepatan denyut, irama dan kesehatan otot-ototnya.
1.    Kelainan Kecepatan
Jarak antara dua kompleks QRS yang berurutan di sebuah rekaman EKG dikalibrasikan ke kecapatan jantung. Kecepatan denyut jantung yang melebihi 100 denyut per menit dikenal sebagai takikardia(cepat), sedangkan denyut yang lambat yang kurang dari 60 kali per menit disebut bradikardi(lambat).
2.    Kelainan Irama
Irama mengacu pada keteraturan gelombang EKG. Setiap variasi irama normal dan urutan eksitasi jangtung disebut aritmia.
-       Flutter Atrium ditandai oleh urutan deplolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat dengan kecepatan antara 200 sampai 300 denyut per menit.
-       Fibrilasi Atrium ditandai oleh depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tidak terkordinasi tanpa gelombang P yang jelas.
-       Fibrilasi Ventrikel adalah kelainan irama yang sangat serius dengan otot-otot ventrikel memperlihatkan kontraksi yang kacau dan tidak terkoordinasi.
3.    Miopati Jantung
Gelombang EKG abnormal juga penting dalam mengenali dan menilai miopati jantung (kerusakan otot jantung).(5)
Kegunaan EKG adalah :
-          Mengetahui kelainan-kelainan irama jantung (aritmia)
-          Mengetahui kelainan-kelainan miokardium (infark, hipertrophy atrial dan ventrikel)
-          Mengetahui adanya pengaruh atau efek obat-obat jantung
-          Mengetahui adanya gangguan elektrolit
-          Mengetahui adanya gangguan perikarditis (6)
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat pacu jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung, IMA, iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan, korpulmonale, emboli paru, mixedema.(7)

C.      Sistem Konduksi Jantung
1.    Sinoatrial Node (SA Node)
Suatu tumpukan neuromuskular yang kecil, berada di dalam dinding atrium kanan di ujung kristo terminalis. Nodus ini merupakan pendahulu dari kontraksi jantung, dari sini impuls diteruskan ke antrioventrikuler node.
2.    Antrioventrikular Node (AV Node)
Susunannya sama seperti sinoatrium node. Berada di dalam septum atrium dekat muara sinus koronarius. Selanjutnya impuls-impuls diteruskan ke antrioventrikuler bundel melalui berkas wenkebach.
3.    Antrioventrikuler Bundel (AV Bundel)
Mulai dari AV bundel berjalan ke arah depan pada pinggir posterior dan pinggir bawah pars membranasea septum interventrikulare. Pada bagian cincin yang terdapat antara atrium dan ventrikel analus vibrosus, rangsangan terhenti 1/10 detik selanjutnya menuju ke arah apeks kordis dan bercabang dua :
a.    Pars septalis dekstra melanjut ke arah AV bundel di dalam pars mucularis septum interventrikulare menuju ke dinding depan depan ventrikel kanan.
b.    Pars septalis sinistra berjalan di antara pars membranacea dan pars mucularis sampai di sisi kiri septum interventrikularis menuju basis M. Papilaris inferior ventrikel kiri. Serabut-serabut pars septalis kemudian bercabang-cabang menjadi serabut terminal (serabut purkinje).
4.    Seraburt penghubung Terminal
Serabut penghubung terminal (serabut purkiunje) berupa anyaman yang berada pada endokardium menyebar pada kedua ventrikel.(8)

D.      Sifat-Sifat Sel Jantung
Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang dalam sel (intraselular) dan ruang luar sel (ekstraseluler). Dari ion-ion ini, yang terpenting ialah ion Natrium (Na+) dan ion Kalium (K+). Kadar K+ intraselular sekitar 300 kali lebih tinggi dalam ruang ekstraselular daripada dalam ruang intraselular.
Membran sel otot jantung ternyata lebih permiabel untuk ion negatif daripada ion Na+. Dalam keadaan istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion, potensial membran bagian dalam dan bagian luar tidak sama. Membran sel otot jantung saat istirahat berada pada keadaan polarisasi, dengan bagian luar berpotensial lebih positif dibandingkan dengan bagian dalam. Selisih potensial ini disebut sebagai potensial membran, uang dalam keadaan istirahat berkisar -90 mV. Bila membran otot jantung dirangsang, sifat permeabel membran berubah sehingga ion Na+ masuk ke dalam sel, yang menyebabkan potensial membran berubah dari -90 mV menjadi +20 mV (potensial diukur intraselular terhadap ekstraselular). Perubahan potensial membrab karena stimulus ini disebut depolarisasi. Setelah proses depolarisasi selesai, maka potensial membran kembali mencapai keadaan semula yang disebut sebagai repolarisasi.(9)

E.       Potensial Aksi
Bila kita mengukur potensial listrik yang terjadi dalam sel otot jantung dibandingkan dengan potensial di luar sel. Pada saat sel mendapat stimulus, maka perubahan potensial yang terjadi sebagai fungsi dari waktu, disebut potensial aksi. Kurva potensi aksi menunjukkan karakteristik yang khas dan dibagi menjadi 4 fase yaitu :

-    Fase 0
Awal potensi akhir yang berupa garis vertikal ke atas yang merupakan lonjakan potensial hingga mencapai +20 mV. Lonjakan potensial dalam daerah intraselular ini disebabkan oleh masuknyaion Na+ dari luar ke dalam sel.
-    Fase 1
Masa repolarisasi awal yang pendek, dimana potensial kembali dari +20 mV mendekati 0 mV.
-    Fase 2
Fase datar dimana potensial berkisar pada 0 mV. Dalam fase ini terjadi gerak masuk dari ion Ca++ untuk mengimbangkan gerak keluar ion K+
-    Fase 3
Masa repolarisasi cepat dimana potensial kembali secara tajam pada tingkat awal yaitu fase 4(9)

F.       Sadapan - Sadapan EKG
1.    Ketiga Sadapan Anggota Bipolar
Istilah bipolar berarti bahwa elektrokardiogram yang direkam itu berasal dari dua elektroda yang terletak pada bagian jantung yang berbeda, dalam hal ini pada anggota badan. Jadi, sebuah sadapan bukan merupakan kabel tunggal yang dihubungkan dari tubuh, tetapi merupakan gabungan dari dua kabel dan elektrodanyan untuk membentuk sebuah sirkuit yang menyeluruh antara tubuh dan elektrodiograf.
a.    Sadapan I
Sewaktu merekam sadapan anggota badan I, ujung negatif elektrokardigraf dihubungkan ke lengan kanan dan ujung positifnya pada lengan kiri.



b.    Sadapan II
Untuk merekam sadapan anggota badan II, ujung negatif elektrokardiograf dihubungkan ke lengan kanan dan ujung positifnya pada tungkai kiri.
c.    Sadapan III
 Untuk merekam sadapan anggota badan III, ujung negatif kardiograf dihubungkan ke lengan kiri dan ujung positifnya dihubungkan pada tungkai kiri.
2.    Sadapan Dada (Sadapan Prekordial)
Biasanya dari dinding anterior dada dapat direkam enam macam sadapan dada yang standar satu per satu, keenam elektroda dada diletakkan berurutan pada enam titik seperti dalam diagram. Macam-macam rekaman tersebut dikenal sebagai sadapan V1, V2, V3, V4, V5, ­dan V6.(10)
Elektroda dipasang berurutan di enam tempat berbeda pada dinding dada :
V1 : Pada sela iga keempat sebelah kanan dari sternum
V2 : Pada sela iga keempat sebelah kiri sternum
V3 : Pada pertengahan antara V2 dan V4
V4 : Pada sela iga kelima di garis mid-klavikularis
V5 : Horisontal terhadap V4, pada garis aksilaris anterior
V6 : Horisontal terhadap V4, pada garis midaksilaris(1)
V7 : Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai)
V8 : Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai)
V9 : Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai)(6)
Gambar Letak Elektroda
3.    Sadapan Anggota Badan Unipolar yang Diperbesar
Pada tipe perekaman ini, kedua anggota badan dihubungkan melalui tahanan listrik dengan ujung negatif ujung alatn elektrokardiograf, sedangkan anggota badan yang ketiga dihubungkan dengan ujung yang positif. Bila ujung positif terletak pada tangan kanan, maka sadapan dikenal sebagai sadapan aVR dan bila pada lengan kiri, maka disebut sebagai sadapan aVL dan bila pada tungkai kiri maka disebut sebagai sadapan aVF.(10)
Tiga ditambahkan antaran adalah sebagai berikut
-  aVR : membagi dua bagian sisi dari segi tiga yang dari lengan tangan ke kaki kiri. Itu diarahkan ke arah electroda dari lengan tangan yang benar
-  aVL : kutup tunggal yang ditambahkan ini membagi dua bagian sisi dari segi tiga yang meninggalkan lengan tangan kanan ke kaki kiri. Itu diarahkan ke arah elektrode yang positif pada lengan tangan
-  ini adalah dibentuk oleh satu baris tegaklurus ke sisi dari segi tiga yang meluas dari lengan tangan kanan ke kaki kanan dan diarahkan mengarah ke bawah ke kaki kiri.(11)
Sadapan ini mengukur perbedaan potensial listrik antara dua titik sehingga sadapan ini bersifat bipolar, dengan satu kutub negatif dan satu kutub positif.(1)

G.      Siklus Jantung dalam EKG
1.      Gelombang P
Sesuai dengan depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium berasal dari nodus sinus. Namun, besarnya arus listrik berhubungan dengan eksitasi nodus sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan yang normal berbentuk melengkung dan arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran. Pembesaran antrium dapat meningkatkan amplitudo atau lebar gelombang P, serta mengubah bentuk gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah konfigurasi gelombang P. Misalnya, irama yang bersal dekat perbatasan AV dapat menimbulkan inversi gelombang P, karena arah depolarisasi atrium terbalik.
2.      Interval PR
Diukur dari permukaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini tercakup juga penghantaran impuls melalui antrium dan hambatan impuls pada nodus AV. Interval normal adalah 0,12 sampai 0.20 detik. Perpanjangan interva l PR yang abnormal menandai adanya gangguan hantaran impuls, yang disebut blok jantung tingkat pertama.
3.      Kompleks QRS
Menggambarkan depolarisasi ventrikel. Amplitudo gelombang ini besar karena banyak massa otot yang harus dilalui oleh impuls listrik. Namun, impuls menyebar begitu cepat, normal lama kompleks QRS adalah antara 0,06 dan 0,01 detik. Pemanjangan penyebaran impuls melalui berkas cabang disebut sebagai blok berkas cabang akan menlebarkan kompleks ventrikuler. Irama jantung abnormal dari ventrikel seperti takikardia ventrikel juga akan memperlebar dan mengubah bentuk kompleks QRS oleh sebab jalur khusus yang mempercepat penyebaran impuls melaui ventrikel di pintas. Hipertropi ventrikel akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot jantung. Repolarisasi atrium terjadi selama ventrikel. Tetapi besarnya kompleks QRS tersebut akan menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatatdi elektrokardiografi.
4.      Segmen ST
Interval ini terletak antara gelombang depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel. Tahap awal perubahan repolarisasi ventriklel terjadi selama periode ini, tetapi perubaha ini terlalu lemah dan tidak tertangkap EKG. Penurunan abnormal segmen ST dikaitkan dengan iskemia miokardium sedangkan penigkatan segmen ST dikaitkan dengan infark. Penggunaan digitalis akan menurungkan segmen ST.

5.      Gelombang Interval QT
Interval ini diukur mulai dari awal kompleksQRS sampai akhir gelombang T, meliputu depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Interval QT rata-rata adalah 0,36 sampai 0,44 detik dan bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung. Interval QT memanjang pada pemberian obat-obat anti disritmia seperti kunidin, prokainamid, setalol (betapace), dan amidaron (cordarone).(1)
Gambar Siklus dalam EKG

H.      Prinsip Membaca EKG
Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca mengikuti urutan petunjuk di bawah ini
1.         Irama
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS didahului oleh sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama sinus.
Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua atau tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain-lain.

2.         Laju QRS (QRS Rate)
Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari 60 kali disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus.
Laju QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular (kompleks QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks QRS lebar). Pada blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan juga laju gelombang P (atrial rate).
EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi atrium, atau pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun ventrikel), juga pada sick sinus syndrome.
3.         Aksis
Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut deviasi aksis kiri, lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180° disebut aksis superior.
Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable, misalnya pada EKG dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di semua sandapan sama besarnya.
4.         Interval -PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan Wolff-Parkinson- White syndrome.
5.         Morfologi
a.    Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P-pulmonal atau P-mitral.
b.    Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan bagian jantung mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat). Bagaimana amplitudo gelombang R dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang tinggi di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan gelombang S yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel kiri. Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle branch block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.
c.    Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.
d.   Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan hiperkalemia.
e.    Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi. Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.(7)

I.         Kelainan Kompleks pada Beberapa Penyakit.
Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks EKG normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran EKG yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan, maka berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit.
1.    Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi, lebar dan “not ched” pada sandapan I dan II : gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V2. adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitralis. Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan tunggal gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard. Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya “ AV nodal premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimanabentuk kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).
2.    Kelainan interval P-R
-    Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok
konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang 7 P diikuti P-R > 0,22 detik yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik. PadaAV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T. Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali permenit) dari gelombang P. jadi terdapat disosiasi komplit antara atriumdan ventrikel.
-    Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.
3.    Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm (lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.
4.    Kelainan gelombang R dan gelombang S.
Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya “right axis deviation”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale. Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya “ left axis deviati on”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.
5.    Kelainan kompleks QRS
-  Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau “notched” dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR (Penyakit Jantung Rematik).
-  Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
-  Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.
-  Irama QRS tidak tetap.
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya “ AV nodal premature beat”, “ventricular premature beat”. Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan intoksikasi digitalis.
6.    Kelainan segmen S-T.
Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri perekaman. Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial menunjukkan adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark ventrikel kanan
7.    Kelainan gelombang T.
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk itu dikemukakan beberapa patokan yaitu :
-   Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
-   Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok.
-   Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
-   Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II, III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan -perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard. Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik atau lebih rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior.
8.    Kelainan gelombang U.
Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.(7)



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.      Nama Percobaan
Electrocardiograf  pada manusia

B.       Alat dan Bahan
1.    Electrocardograf (EKG)
2.    Kabel sadapan yang terdiri dari :
a.    4 buah sadapan ekstremitas
Tangan kiri (LA)
Tangan kanan (RA)
Kaki kiri (LL)
Kaki kanan (RL)
b.    6 buah sadapan dada
V1, V2, V3, V4, V5, dan V6
3.    Elektroda yang terdiri dari :
a.    4 buah elektroda ekstremitas
b.    6 buah elektroda dada
4.    Kertas EKG

C.      Prosedur Kerja
Orang coba (pria) berbaring terlentang dengan badan atas bebas dari pakaian. Bahan-bahan logam yang dipakai seperti ikat pinggang, cincin, arloji, dan sebagainya, sebaiknya dibuka agar tidak mengganggu rekaman. Oleskan EKG cream atau jelly pada tempat-tempat dimana akan dipasang elektroda untuk mengurangi resisten. Pasanglah keempat elektroda ekstremitas pada kedua pergelangan tangan dan kedua pergelangan kaki pada bagian volar atau medial. Pasanglah elektroda tersebut dengan ketat. Hubungkan kabel sadapan pada EKG dan ujung-ujungnya di hubungkan pada elektroda yang sesuai.
VI : pada ruang intercostal 4 pinggir kanan sternum
V2 : pada ruang intercostal 4 pinggir kiri sternum
V3 : pada pertengahan antara V2 dan V4
V4 : pada ruang intercostal 5 pada linea aksilaris anterior
V5 : pada level V4, pada linea aksilaris anterior
V6 : pada level V4 pada linea aksilaris anterior

Hubungan pada ujung-ujung kabel sandapan pada elektroda dada yang sesuai. Pasanglah kabel tanah (arde) dan hubungkan EKG pada sumber listrik. Sekarang mulailah dengan pencatatan.

D.      Hasil Percobaan
Pemeriksaan orang pertama
Nama                        : Imam Habibi
Umur                        : 19 tahun
Jenis Kelamin           : Laki-Laki
1.        Hasil pemeriksaan   : Lead I
a.         Gel. P – QRS,T
·           Horizontal                        : 2 x 0.04         =  0.08 detik
·           Vertikal                : 1 x 0.01         =  0.01 detik
b.         HR Normal                  :  =    = 65.23 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS
Horizontal                        : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                : 3 x 0.01         = 0.03 mmHg
·           P-R Interval
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg


·           ST Segmen
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg

2.        Lead II
a.         Gel. P – QRS,T          
·           Horizontal                        : 2 x 0,04         =  0,08 detik
·           Vertikal                : 1 x 0.01         =  0,01 detik
b.         HR Normal                  :  =  = 65.23 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS
Horizontal                        : 4 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 6 x 0.01         = 0.06 mmHg
·           P-R Interval
Horizontal                        : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           ST Segmen
Horizontal                        : 2 x 0.04         = 0.08 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
3.        Lead III
a.         Gel. P – QRS,T          
·           Horizontal                        : 2 x 0,04         =  0,08 detik
·           Vertikal                : 1 x 0.01         =  0,01 detik
b.         HR Normal                  :  =    = 65.23 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS                           
Horizontal                        : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                : 5 x 0.01         = 0.05 mmHg
·           P-R Interval
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           ST Segmen
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
4.        aVR
a.         Gel. P – QRS,T          
·           Horizontal                        : 2 x 0,04         =  0.08 detik
·           Vertikal                : 1 x 0.01         =  0.01 detik
b.         HR Normal                  :  =    = 65.23 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 4 x 0.01         = 0.04 mmHg
·           P-R Interval
Horizontal                        : 4 x 0,04         =  0.16 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         =  0.01 mmHg
·           ST Segmen
Horizontal                        : 2 x 0.04         = 0.08 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
5.        aVL (Tidak Normal)
a.         Gel. P – QRS,T
·           Horizontal                        : 2 x 0,04         =  0,08 detik
·           Vertikal                : 1 x 0.02         =  0,02 detik
b.         HR Normal                  :  =    = -62.5 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS
Horizontal                        : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           P-R Interval
Horizontal                        : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           ST Segmen
Horizontal                        : 2 x 0.04         = 0.08 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
6.        aVF
a.         Gel. P – QRS,T
·           Horizontal                        : 1 x 0,04         =  0.04 detik
·           Vertikal                : 1 x 0.01         =  0.01 detik
b.         HR Normal                  :  =    = 62.5 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS
Horizontal                        : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                : 6 x 0.01         = 0.06 mmHg
·           P-R Interval
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           ST Segmen
Horizontal                        : 2 x 0.04         = 0.08 mmHg
Vertikal                : 2 x 0.01         =0.02 mmHg
7.        V1
a.         Gel. P – QRS,T
·           Horizontal                        : 2 x 0,04         =  0,08 detik
·           Vertikal                : 1 x 0.01         =  0,01 detik
b.         HR Normal                  :  =    = 68.18 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 3 x 0.01         = 0.03 mmHg
·           P-R Interval
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           ST Segmen
Horizontal                        : 2 x 0.04         = 0.08 mmHg
Vertikal                : 2 x 0.01         = 0.02 mmHg
8.        V2
a.         Gel. P – QRS,T
·           Horizontal                        : 2 x 0,04         =  0,08 detik
·           Vertikal                : 1 x 0.02         =  0,02 detik
b.         HR Normal                  :  =    = 68.18 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS
Horizontal                        : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                : 3 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           P-R Interval
Horizontal                        : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           ST Segmen
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 2 x 0.01         = 0.02 mmHg
9.        V3
a.         Gel. P – QRS,T
·           Horizontal                        : 1 x 0.04         =  0.04 detik
·           Vertikal                : 1 x 0.01         =  0,01 detik
b.         HR Normal                  :  =    = 68.18 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 4 x 0.01         = 0.04 mmHg
·           P-R Interval
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           ST Segmen
Horizontal                        : 1 x 0.04         = 0.04 mmHg
Vertikal                : 2 x 0.01         = 0.02 mmHg
10.    V4
a.         Gel. P – QRS,T
·           Horizontal                        : 2 x 0.04         =  0.08 detik
·           Vertikal                : 1 x 0.01         =  0.01 detik
b.         HR Normal                  :  =    = 60 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS
Horizontal                        : 5 x 0.04         = 0.20 mmHg
Vertikal                : 8 x 0.01         = 0.08 mmHg
·           P-R Interval
Horizontal                        : 2 x 0.04         = 0.08 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           ST Segmen
Horizontal                        : 2 x 0.04         = 0.08 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
11.    V5
a.         Gel. P – QRS,T
·           Horizontal                        : 2 x 0.04         =  0.08 detik
·           Vertikal                : 1 x 0.02         =  0.02 detik
b.         HR Normal                  :  =    = 62.5 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS
Horizontal                        : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                : 9 x 0.01         = 0.09 mmHg
·           P-R Interval
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           ST Segmen
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 2 x 0.01         = 0.02 mmHg
12.    V6
a.         Gel. P – QRS,T
·           Horizontal                        : 3 x 0.04         =  0.12 detik
·           Vertikal                : 1 x 0.01         =  0.01 detik
b.         HR Normal                  :  =    = 60 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS
Horizontal                        : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                : 8 x 0.01         = 0.08 mmHg
·           P-R Interval
Horizontal                        : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           ST Segmen
Horizontal                        : 3 x 0.04         = 0.12 mmHg
Vertikal                : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg

Pemeriksaan orang kedua
a.         Gel. P – QRS,T
·           Horizontal                   : 3 x 0.04         =  0.12 detik
·           Vertikal                       : 3 x 0.01         =  0.03 detik
b.        HR Tidak Normal               :  =    = 35.71 mmHg
:  =    = 22.72 mmHg
c.         Reguler
·           Kompleks QRS
Horizontal                   : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                       : 23 x 0.01       = 0.23 mmHg

·           P-R Interval
Horizontal                   : 4 x 0.04         = 0.16 mmHg
Vertikal                       : 1 x 0.01         = 0.01 mmHg
·           ST Segmen
Horizontal                   : 5 x 0.04         = 0.20 mmHg
Vertikal                       : 3 x 0.01         = 0.03 mmHg

E.       ANALISIS HASIL PERCOBAAN
Pada orang coba pertama yang dilakukan pemeriksaan EKG, didapatkan hasil yang normal mengenai Heart Ratenya yang menunjukkan nilai yang normal yaitu dikisaran 60 sampai 100. Sedangkan untuk iramanya juga normal untuk semua sadapan karena tidak menunjukkan kelaianan saat pembacaan hasil pada kertas EKG atau tidak adanya siklus jantung yang tidak tercatat kecuali pada pemeriksaan aVL menunjukkan hasil yang patologis dimana gelombang R menunjukkan gambar gelombang yang terbalik. Namun belum diketahui penyebab pasti kelainan tersebut.
Sedangkan pada hasil pemeriksaan pada orang coba kedua didapatkan hasil yang patologis dimana Heart Rate yang didapatkan tidak normal yaitu 35.71 dan 22.72 atau biasa disebut dengan brachikardi karena berada dibawah kisaran normal Heart Rate antara 60 – 100 mm Hg dan pada ST segmen diketahui terjadi elevasi atau infatik karena menunjukkan interval yang lebih dari 2.5 yaitu 5.








BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Elektrokardiagram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung.  Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai gelombang P, QRS dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium.
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat pacu jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung, IMA, iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan, korpulmonale, emboli paru, mixedema
B.       Saran
1.         Waktu untuk paraktikum perpanjang agar mahasiswa dapat belajar dengan baik
2.         Sebaiknya  ketertiban di dalam praktikum lebih ditingkatkan












DAFTAR PUSTAKA

1.        Price, Sylvia Anderson.2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
2.        Anonim. 2011. Electrocardigram. http://www.medicinenet.com/electrocardiogram_ecg_or_ekg/article.htm diakses 25/06/2011 pukul 09. 11
3.        Anonim. 2010. EKG or Elektrocardigram. http://www.heartsite.com/html/ekg.html diakses 25/06/2011 pukul 13.40
4.        Hampton, Jhon R. 2006. Dasar-dasar EKG. Jakarta. EGC
5.        Sherwood. 2003. Fisiologi Manusia. Jakarta : ECG
7.        Anonim. 2009. Buku Acuan Pemeriksaan Ekg. http://www.med.unhas.ac.id/meu/index.php/option=com_docmantask... pdf diakses 25/06/2011 pukul 13.42
8.        Syaifuddin. 2006.  Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa keperawatan. Jakarta : EGC
9.        Sudoyo. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.
10.    Guyton, Arthur C, Jhon.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : ECG
11.    Benson, Harold J. 2005. Anatomy and Physiology. New York : Mc Graw Hill

Tidak ada komentar:

Posting Komentar