BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Serumen adalah sekret kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat pada
bagian kartilaginosa liang telinga. Ada dua tioe dasar,yaitu basah dan kering.
(Elizabeth, 2010)
Impaksi serumen adalah gangguan
pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan
menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu (Bruner & Sudarth, 2002)
Impeksi Serumen adalah penumpukan serumen pada kanalis eksternus dalam
jumlah dan warna yang bervariasi. (Rospa Hetaria, 2011)
Sumbatan Serumen adalah hasil dari produksi kelenjar sebasea, kelenjar
seruminosa yang terdapat di bagian kartilago liang telinga luar dan epitel
kulit yang terlepas dan pertikel debu, yang berguna untuk melicinkan dinding
liang telinga dan mencegah masuknya serangga kecil ke dalam liang telinga.
Dalam keadaan normal serumen terdapat di sepertiga luar liang telinga karena
kelenjar tersebut hanya ditemukan di daerah ini dan keluar dengan sendirinya
dari liang telinga akibat migrasi epitel
kulit yang bergerak dari arah membrane timpani menuju keluar serta dibantu oleh
gerakan rahang sewaktu mengunyah.
B. ETIOLOGI
Menurut Bruner & Sudarth, (2002) sebab terjadinya impaksi serumen
diantarannya:
1.
Dermatitis kronik pada telinga luar
2.
Liang telinga yang sempit
3.
Produksi serumen terlalu banyak dan kental
4.
Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena
kebisaan mengorek telinga)
C. PATOFISIOLOGI
Kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan
otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan
serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit
pendengaran. Usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api,
jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa
menyebabkan infeksi.
Sumbatan pada telinga bagian luar biasanya disebabkan oleh kotoran telinga
(serumen). Saluran telinga memiliki kelenjar yang menghasilkan serumen untuk
melindungi telinga dari masuknya debu, bakteri, dan partikel asing yang dapat
menyebabkan kerusakan pada telinga. Normalnya serumen ini akan perlahan-lahan
keluar dari telinga atau bisa dikeluarkan dengan membersihkan telinga. Jumlah
serumen yang dihasilkan berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa orang memiliki
produksi serumen yang lebih banyak dibanding orang lain. Pada beberapa kasus,
serumen bisa mengeras di dalam saluran telinga dan menyebabkan sumbatan. Kondisi
ini bisa memberat jika kotoran telinga (serumen) terdorong masuk saat
membersihkan telinga.
Kumpulan serumen yang berlebihan bukanlah suatu penyakit. Sebagian orang
menghasilkan amat banyak serumen seperti halnya sebagian orang lebih mudah
berkeringat dibandingkan yang lain. Pada sebagian orang,serumen dapat mengeras
dan membentuk sumbatan yang padat ;pada yang lain , mungkin merasakan
telinganya tersumbat atau tertekan.Bila suatu sumbatan serumen yang padat
menjadi lembab,misalnya setelah mandi ,maka sumbatan tersebut dapat mengembang
dan menyebabkan gangguan pendengaran sementara.(Adams boies higler)
Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam saluran telinganya,
terutama manik-manik, penghapus karet atau kacang-kacangan, serta berupa air. Masuknya
air dingin ke dalam telinga tengah dapat mengakibatkan vertigo akut dengan cara
menginduksi arus konveksi termal dalam kanalis semisirkularis (Brunner &
Suddarth, 2002)
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Boies (2000), Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita
penyakit impaksi serumen, antara lain :
1.
Pendengaran berkurang.
2.
Nyeri di telinga karena serumen yang keras membatu
menekan dinding liang telinga.
3.
Telinga berdengung (tinitus).
4.
Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di
sekitarnya berputar (vertigo)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Elizabeth (2010) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan,
diantaranya :
1.
CT-Scan : tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur,
ada kerusakan tulang
2.
Scan Galium-67 : terlihat focus infeksi akut yang akan
kembali normal dengan resolusi infeksi.
3.
Scan Tekhnetium-99 :
terlihat aktifitas osteoblastik yang akan kembali normal beberapa bulan setelah
resolusi klinik.
4.
MRI : monitor serebral, pembuluh darah yang terkait
5.
Tes Laboratorium : nanah untuk kultur dan tes
sensitivitas antibiotic
6.
Ketajaman Auditorius.
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan
mengkaji kemampuan pasien mendengarkan, bisikan kata atau detakan jam tangan,
bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi
penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya
tak mendengar,pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak
tangan.Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar
batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat
apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang
jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa
mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang
sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada
yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak
dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
7.
Uji Weber
Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara.
Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau
pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien.
Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau
telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mende¬ngar suara seimbang
pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila
ada kehilang¬an pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan
lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi
akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang.
Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke
telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus
kehilangan pende¬ngaran unilateral.
8.
Uji Rinne
Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada
tulang mastoid (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara.
Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis
auditorius eksternus (konduksi udara). Pada keadaan normal pasien dapat terus
mendengarkan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlangsung lebih lama
dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang
akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal
telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme
konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural
memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang,
meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima
seperti sangat jauh dan lemah.
F. KOMPLIKASI
Menurut Bruner & Sudarth, (2002) komplikasi yang dapat terjadi pada
impaksi serumen, diantaranya :
1.
Otalgia
2.
Vertigo
3.
Otitis media
4.
Resiko infeksi
G. PENATALAKSANAAN
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan
gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang
serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan
air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi
gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi tidak
dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan
memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alat
yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut
serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran
telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.
Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga,
antara lain:
1.
Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang
dililitkan pada aplikator (pelilit).
2.
Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau
kuret.
3.
Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan
terlebih dahulu dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5
hari, setelah itu dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila perlu
dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
4.
Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran
timpani dikeluarkan dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan
air hangat bersuhu 37 C agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya
vestibuler. (Brunner & Suddarth (2002)
H. PROGNOSIS
Bila ditemukan dini maka prognosis baik. Bila terlambat ditemukan maka akan
dilakukan reseksi temporal dengan kemungkinan kelangsungan hidup yang sempit.
BAB II
KONSEP DASAR
KEPERAWATAN
Menurut Debora, Oda. 2011, pengkajian
teoritis impaksia Serumen antara lain :
A. PENGKAJIAN
1.
Identitas klien
2.
Riwayat kesehatan sekarang
a.
Keluhan utama saat masuk rumah sakit.
Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai
menurun, nyeri, telinga berdengung, dan pusing di mana pasien merasakan
lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo).
b.
Riwayat kesehatan masa
lalu
Riwayat
kesehtan masa lalu yang berhubungan dengan penyakit impaksi serumen adalah
kebiasaan membersihkan telinga yang tidak benar.
3.
Pemeriksaan fisik pada telinga
Inspeksi :
lesi, tragus tampak merah, ada darah atau sekret yang keluar, membran timpani,
serumen, benda asing dalam liang telinga.
Palpasi :
nyeri, kelenjar limfe membengkak.
4.
Pemeriksaan tajam pendengaran : webber, rinne, dan
berbisik.
5.
Pemeriksaan fisik head to toe
a.
Kaji keadaaan umum:kaji tingkat kesadaran,berat badan
dan tinggi badan klien. Dan kaji tanda-tanda vital klien.
b.
Kepala : Amati bentuk kepala apakah ada edema,dan amati
apakah ada kondisi luka(jahitan)
-
Rambut : Biasanya rambut klien tidak bersih, rontok
dan di kepala tidak ada pembengkakan.
-
Wajah : Biasaya wajah pasien kelihatan pucat karena
adanya nyeri
-
Mata : Biasanya kedua mata klien simetris,reflek
cahaya baik, dan konjungtiva biasanya anemis, biasanya palpebra klien tdak
udema,skelera tdak ikterik,pupil isokor
-
Telinga : Biasanya telinga klien Terjadi penyumbatan
Karena terdapat benda asing yang masuk kedalam liang telinga, Pendengaran
terganggu, Rasa nyeri telinga / otalgia
-
Hidung : Biasanya klien tidak ada mengeluh dengan
masalah hidung
-
Bibir : Biasanya bibir pasien tampak pucat dan kering.
-
Gigi : Biasanya kelengkapan gigi, kondisi gigi klien tampak
normal dan biasanya kebersihan
gigi kurang.
-
Lidah : Biasanya tampak normal tidak kotor, tidak
hiperik
c.
Leher : Biasanya leher pada klien penyakit benda asong
dalam telinga ini tampak normal saja
d.
Dada
-
Inspeksi : Biasanya bentuk dan kesemetrisan rongga
dada tampak normal. Biasanya klien tampak susah bernafas / mengatur jalannya
nafas dada, frekwensi nafas 12 sampai 20 X permenit,tidak dyspnea
-
Palpasi : Biasanya normal,biasanya dgn menggunakan
getaran vocal yg dsebut vocal primitus
-
Perkusi : Biasanya bunyi ketukan pada dinding dada dan
bunyi dada normal jaringan sonor
-
Auskultasi : Biasanya tidak ada terdengar bunyi
tambahan pada saat klien melakukan insipirasi dan ekspirasi.
e.
Jantung
-
Inspeksi : Biasanya ictus cordis tampak normal
terlihat pada ICS -5
-
Palpasi : Biasanya lokasi ictus cordis teraba normal
tidak lebih dari 1cm
-
Perkusi :
biasanya batas-batas jantung klien pada penyakit ini normal
-
Auskultasi : biasanya irama denyutan jantung terdengar
normal
f.
Abdomen
-
Inspeksi :
biasanya tidak adanya pembesaran rongga abdomen
-
Auskultasi : biasanya bunyi bising usus terdengar
frekuensinya tidak normal karna klien mengalami penurunan nafsu makan
-
Palpasi :
biasanya teraba normal saja
-
Perkusi :
biasanya bunyi ketukannya terdengar normal
g.
Genitourinaria : Biasanya klien tidak ada terpasang
kateter
h.
Ekstremitas : Biasanya kekuatan otot kurang dari
normal akibat klien terasa letih menahan nyeri dan biasanya ekstremitas atas
terpasang infus untuk menambah cairan dalam tubuh klien karna nafsu makan klien
berkurang dan biasanya kekuatan otot klien ini menurun
i.
Sistem Integumen : Biasanya warna kulit klien tampak
pucat dan biasanya suhu kulit meningkat
j.
Sistem Neurologi
Biasanya sistem neuro pada klien penyakit ini normal saja
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose teoritis menurut Wilkinson (2000) pada pasien Impaksia Serumen,
antara lain :
1.
Nyeri b/d inflamasi pada liang telinga
2.
Gangguan persepsi sensori (auditori) b/d perubahan
persepsi sensori
3.
Resiko infeksi b/d lesi pada liang telinga.
4.
Kurang pengetahuan b/d kurang terpapar informasi
mengenai penyakit
C. INTERVENSI
1. Nyeri b/d inflamasi pada liang telinga
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan rasa
nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria
hasil :
-
Skala nyeri (0-3)
-
Pasien tampak rileks
Intervensi :
a.
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter
dan intensitas.
R/ Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan atau keefektifan intervensi
b.
Berikan posisi yang nyaman pada pasien
Untuk meningkatkan relaksasi
c.
Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan
R/ Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri
d.
Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri, seperti
nafas dalam
R/ Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri
e.
Kolaborasi pemberian obat (analgesik) sesuai indikasi
R/ Diberikan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan
relaksasi mental dan fisik.
2. Gangguan Persepsi Sensori : auditori b/d Perubahan
persepsi sensori
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan Gangguan
persepsi klien hilang/berkurang
Kriteria
hasil :
-
Pasien dapat mendengar dengan baik
-
Pasien tidak meminta untuk mengulang setiap pertanyaan
yang diajukan
Intervensi :
a.
Kaji ketajaman pendengaran pasien
R/ Untuk mengetahui tingkat ketajaman pendengaran
pasien dan untuk menentukan intervensi
b.
Ciptakan komunikasi alternatif non-verbal pasien dan
orang-orang terdekat, seperti menganjurkan pembicara menulis atau menggunakan
bahasa tubuh untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikan kepada pasien
Rasional : untuk mempertahankan komunikasi dan
hubungan yang baik antara pasien dengan orang-orang terdekat
c.
Anjurkan kepada keluarga atau orang terdekat klien
untuk tinggal bersama klien
R/ . Menghindari
perasaan terisolasi pasien
d.
Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk mematuhi
program terapi
R/ Mematuhi program akan mempercepat proses
penyembuhan.
3. Resiko infeksi b/d lesi pada liang telinga.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Kriteria
hasil :
-
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti kalor,
dubor, tumor, dolor
-
TTV dalam batas normal
Intervensi :
a.
Kaji tanda – tanda infeksi
R/ Untuk mengetahui apakah pasien mengalami infeksi
b.
Pantau TTV terutama suhu tubuh
R/ TTV merupakan acuhan untuk mengetahui keadaan umum
pasien, perubahan suhu menjadi tinggi merupakan salah satu proses infeksi.
c.
Ajarkan teknik aseptik pada pasien
R/ Meminimalisasi terjadinya infeksi.
d.
Cuci tangan sebelum memberi asuhan keperawatan ke
pasien
R/ Mencegah terjadinya infeksi nasokomial.
4. Kurang pengetahuan b/d kurang terpapar informasi mengenai
penyakit
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan kebutuhan akan informasi terpenuhi
Kriteria hasil :
-
Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda
dengan proses penyakit
-
Melakukan prosedur dengan benar dan
menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
a.
Tentukan persepsi pasien tentang proses penyakit.
R/ Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar
individu
b.
Tinjau proses
penyakit dan harapan masa depan
R/ Memberikan
pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
c.
Berikan
informasi mengenai penanganan dan pengobatan, interaksi,efek samping dan
pentingnya ketaatan pada program
R/ Meningkatkan
pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam proses penyembuhan
d.
Berikan HE pada pasien
R/ Diharapkan pasien memahami kondisi dan penanganan
penyakit yang dialami
DAFTAR
PUSTAKA
Adams, George L. 1997. BOIES"
Buku Ajar Penyakit THT (BOIES Fundamentals of Otolaryngology)" F.disi 6.
Jakarta: EGC(67)
Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku
PATOFISIOLOGI.Jakarta : EGC
Debora, Oda. 2011. Proses
Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta; Salemba Medika
Hetharia, Rospa, Mulyani, Sri, 2011.
Asuhan Keperawatan Telinga Hidung Tenggorokan. Jakarta: Trans Info Media.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner &
Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith.M, 2006, Buku Saku
Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil Noc, EGC,
Jakarta.