A.
Definisi
Asma bronkhial merupakan
suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea
dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan
saluran nafas yang tersebar luas di seluruh paru dan derajatnya dapat berubah
secara spontan atau setelah mendapat pengobatan.
Asma merupakan gangguan
inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflmasi. Dasar
penyakit ini adalah hiperaktifitas bronkus dalam berbagai obstruksi jalan
nafas, dan gejala pernafasan (mengi dan sesak). Tingkat penyempitan jalan napas
dapat berubah baik secara spontan atau karena terapi. Asma berbeda dari
penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel.
Eksaserbasi akut dapat terjadi, yang berlangsung dari beberapa menit sampai jam,
diselingi oleh periode bebas gejala. Jika asma dan bronchitis terjadi secara
bersamaan, obstrukusi yang diakibatkan menjadi gabungan dan disebut bronchitis
asmatik kronik.
Status asmatikus merupakan
serangan asma berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan konvensional dan
merupakan keadaan darurat medik, bila tidak diatasi dengan cepat akan terjadi
gagal pernafasan.
Klasifikasi asma berdasarkan frekuensi serangan:
1.
Asma Ringan
a.
Serangan jarang < 1 x dalam
1 bulan
b.
Tidak mengganggu aktivitas
2.
Asma Sedang
a.
Serangan setiap 2-3 minggu atau
lebih
b.
Gangguan aktivitas
c.
Dapat diatasi dengan non
steroid
3.
Asma Berat
a.
Serangan sering
b.
Gangguan aktivitas
c.
Dapat diatasi dengan steroid
B.
Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan factor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronchial
1.
Faktor
predisposisi
a.
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat
alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi, karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
2.
Faktor
presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1)
Inhalan, yang masuk melalui
saluran pernapasan
Ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamu bakteri dan polusi
2)
Ingestan, yang masuk melalui
mulut
Ex: makanan dan obat-obatan
3)
Kontaktan, yang masuk melalui kontak
dengan kulit.
Ex: perhiasan, logam dan jam tangan.
b.
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan
yang dingin sering mampengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma kadang-kadang serangan berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
c.
Stres
Stress/ gangguan emosi dapat
menjadi pencetus serangan asma yang sudah ada. Disamping itu gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/ gangguan emosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum diobati.
d.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan
sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana ia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalulintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e.
Olahraga/ aktivitas jasmani
yang berat
Sebagian besar penderita asma akan
mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat.
Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
Berdasarkan penyebabnya, asma
bronchial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1)
Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan alergik yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk
bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) genetic terhadap
alergi. Oleh karena karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti
yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2)
Intrinsic (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi
non-alergi yang bereaksi terhadap faktor pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara
dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi pernapasan dan emosi. Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronchitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
3)
Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma
ini mempunyai karateristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
C.
Patofisiologi
Suatu serangan asthma
timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam
lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E (IgE). Faktor atopi itu
diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan
lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell
(APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan
ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya
interleukin 2 (IL-2) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk
imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan
diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi.
Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau
baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau
lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang
sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan
influk Ca++ kedalam sel dan perubahan di dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP
menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya
mediator-mediator kimia yang meliputi: histamin, slow releasing suptance of
anaphylaksis (SRS-A), eosinophilic chomotetik factor of anaphylacsis (ECF-A)
dan lain-lain. Hal ini akan menyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu:
kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang
akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan
dalam terjadinya edema mukosa yang
menambah semakin menyempitnya saluran nafas, peningkatansekresi kelenjar mukosa
dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan
ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru
dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia,
hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut
Berdasarkan etiologinya,
asma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asma intrinsik dan asma
ektrinsik. Asma ektrinsik (atopi)
ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat
diidentifikasi seperti: tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telur ikan
obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asma intrinsik (non atopi) ditandai dengan mekanisme non alergik
yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti: Udara dingin, zat
kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti: ozon, eter, nitrogen, perubahan
musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih, ketegangan mental serta
faktor-faktor intrinsik lain.
Serangan asma mendadak
secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering.
Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium
ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadium
kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa
sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi
mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir
tempat tidur, penderita tampak pucat, gelisah dan warna kulit sekitar mulai
membiru. Sedangkan stadiun ketiga
ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak
ada batuk, pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan
tinggi karena asfiksia.
D.
Manifestasi Klinik
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea,
dan mengi. Pada beberapa keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala.
Serangan asma seringkali pada malam hari. Penyebabnya tidak di mengerti dengan
jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkardian, yang mempengaruhi
ambang reseptor jalan nafas.
Serangan asma biasanya bermula mendadak
dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,
mengi, laboratorius. Ekspirasi selalu lebih susah dan pajang dibanding
inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dengan menggunakan setiap
otot-otot pernapasan. Jalan nafas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk
pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum yang
terdiri atas sedikit mukus mengandung masa gelatinosa bulut, kecil yang
dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder
terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbondioksida, termasuk
berkeringat, takikardia dan pelebaran tekanan nadi.
Serangan asma dapat berlangsung dari 30
menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meski serangan asma
jarang yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut
‘status asmatikus’.
E.
Tes Diagnostik
1.
Pemeriksaan sputum, Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a.
Kristal
–kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
b.
Terdapatnya
Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang
bronkus
c.
Terdapatnya
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d.
Terdapatnya
neutrofil eosinofil
2.
Pemeriksaan darah, Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
a.
Gas
analisa darah, Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan
tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis
yang buruk
b.
Kadang
–kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c.
Hiponatremi
15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d.
Pada
pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan
menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
e.
Pemeriksaan
tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3.
Foto rontgen, Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada
serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen
yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a.
Bila
disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b.
Bila
terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.
c.
Bila
terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
4.
Pemeriksaan faal paru
a.
Bila
FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan
sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan
tekanan sistolik.
b.
Terjadi
penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC
selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5.
Elektrokardiografi, Gambaran elektrokardiografi selama terjadi
serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran
emfisema paru, yakni :
a.
Perubahan
aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah
jarum jam
b.
Terdapatnya
tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c.
Tanda-tanda
hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya
relatif ST depresi.
F.
Komplikasi
1.
Pneumothoraks:
keadaan abnormalitas dimana terdapatnya udara dalam rongga thoraks;
2.
Pneumomediastinum
dan emfisemi subkutis;
3.
Atelektasis: ketidakmampuan
organ paru untuk mengembang dengan sempurna;
4.
Aspergilosis
bronkopulmonar alergik,
5.
Gagal napas:
keadaan dimana pertukaran oksigen dengan karbondioksida pada paru-paru tidak
dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida pada sel
tubuh yang mengakibatkan tekanan oksigen arterial menjadi kurang dari 50 mmHg
(hipoksemia) dan tekanan karbondioksida arterial meningkat menjadi lebih dari
45 mmHg (hiperkapnea).
6.
Bronkhitis:
radang pada bronkhus yang biasanya mengenai trakhea dan laring.
G.
Penatalaksanaan
Pengobatan asma secara
garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan
farmakologik.
1.
Pengobatan
non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan
pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien
secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara
benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu
mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta
diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan
cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterapi dapat
digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan
drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja
sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan
kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent,
metrapel).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin
adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis
tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil
xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid.
Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan dosis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena
pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid
jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat
pencegah asthma, khususnya anak-anak. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali
sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan
kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara
oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah
antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asmatikus
a. Infus RL : D5
= 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/ menit melalui nasal
kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg/ kg bb diberikan
pelan-pelan selama 20 menit dilanjutkan drip RL atau D5 mentenence (20 tetes/
menit) dengan dosis 20 mg/ kg BB/ 24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/ 6 jam secara sub kutan.
e. Dexametason 10-20 mg/ 6 jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Identitas
penderita (mencakup: nama, jenis kelamin, umur, suku, agama, pekerjaan, alamat,
pendidikan, status perkawinan)
2.
Status
perawatan (ruang rawat, nomor rekam medik, tanggal dan jam masuk, tanggal dan jam pengambilan
data, diagnosa masuk, cara masuk, pindahan dari rumah sakit atau ruangan mana,
serta tim atau perawat yang bertanggung jawab)
3.
Keadaan umum
pasien
4.
Kebutuhan
dasar
a. Rasa nyaman nyeri
b. Nutrisi : kebutuhan nutrisi pada pasien asma dapat
terganggu akibat adanya gangguan berupa sputum, mual atau muntah.
c. Kebersihan perorangan : kebersihan pada asien asma
dapat terganggu utamnya pada pasien dengan kelemahan
d. Cairan : masalah kebutuhan cairan dapat terjadi
akibat kurangnya minum
e. Aktivitas dan latihan : aktivitas dan latihan
dapat terganggu akibat kelemahan otot yang tidak mempunyai sumber energi yang
cukup akibat dari kurangnya oksigen dan nutrien yang masuk ke tubuh
f. Eliminasi : eliminasi dapat terganggu terutama
pada pasien dengan kelemahan dan juga pada kondisi kekurangan cairan dan
nutrisi
g. Oksigenasi : akibat dari proses asma, jalan nafas
menyempit sehinngga proses pemenuhan oksigen akan terganggu
h. Tidur dan istirahat : akibat sesak, saraf simpatis
akan terangsan dan RAS akan teraktivasi sehingga respons tidur akan
hilang/menurun
i. Pencegahan terhadap bahaya : pada pasien asma umumnya
tidak mengalami masalah
j. Neurosensoris
k. Keamanan
l. Seksualitas
m. Keseimbangan dan peningkatan hubungan resiko serta
interaksi sosial
5.
Genogram
6.
Data
pemeriksaan penunjang
A.
Diagnosa keperawatan
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan jalan nafas
- Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan peningkatan produksi mukus
- Perubahan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
- Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan otot
- Ansietas berhubungan dengan kurang informasi dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
B.
Rencana Tindakan Keperawatan
a.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas
-
Auskultasi bunyi nafas
Rasional : derajat spasme bronkus
dengan obstruksi jalan nafas dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi nafas
adventisius, misal: tidak ada bunyi nafas mengi.
-
Kaji frekuensi nafas
Rasional : takipnea biasanya ada
pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama adanya
stress/ proses infeksi akut
-
Berikan pada klien posisi yang
nyaman
Rasional : peninggian kepala tempat
tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
-
Pertahankan polusi udara
minimum, misal: debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi
individu.
Rasional : merupakan
faktor pencetus alergi, pernafasan dan dapat
memperberat sesak.
-
Dorong atau bantu latihan nafas
abdomen atau bibir
Rasional : memberi
pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.
-
Penatalaksanaan pemberian O2
Rasional : dapat
memperbaiki/mencegah terjadinya hipoksia
-
Penatalaksanaan pemberian obat
sesuai indikasi
·
Bronchodilator
Rasional : merilekskan
otot pernafasan dan menurunkan kongesti
lokal. Menurunkan spasme
jalan nafas, mengi dan
produksi mukosa.
·
Metilxantin
Rasional : menurunkan
edema mukosa dan spasme otot polos
dengan peningkatan langsung
siklus AMP. Dapat juga
menurunkan kelemahan
otot/kegagalan pernafasan
dengan meningkatkan
kontraktilitas diafragma.
b.
Bersihan jalan nafas inefektif
berhubungan dengan peningkatan produksi mukus
-
Instruksikan klien pada metode
yang tepat dalam mengontrol batuk:
·
Nafas dalam dan perlahan
sebelum duduk setegak mungkin
·
Gunakan nafas diafragmatik
·
Tahan nafas selama 3 – 5 detik
kemudian dengan perlahan hembuskan sebanyak mungkin melalui mulut (sangkar iga
bawah dan abdomen harus turun)
·
Ambil nafas kedua, tahan dan
batuk dari dada (bukan dari belakang mulut atau tenggorok) dengan menggunakan
nafas pendek
·
Demonstrasikan pernafasan pursed-up
Rasional : batuk
yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif, dapat menimbulkan frustasi
-
Ajarkan klien tindakan untuk
menurunkan viskositas sekret
·
Pertahankan hidrasi adekuat:
meningkatkan masukan cairan 2-4 liter/hari. Bila tidak dikontraindikasikan oleh
penurunan cardiac output viskositas sekresi.
·
Pertahankan kelembaban adekuat
udara inspirasi
·
Hindari lingkungan yang
mengandung stimulasi
Rasional : sekresi
kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat
menyebabkan sumbatan
mukus yang dapat menimbulkan
atelektasis.
-
Auskultasi paru-paru sebelum
dan sesudah tindakan
Rasional : pengkajian
ini membantu mengevaluasi keberhasilan
tindakan
-
Dorong dan berikan perawatan
mulut
Rasional : hygiene
mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan
mencegah bau mulut.
-
Penatalaksanaan pemberian obat
sesuai indikasi
·
Expectorant
Rasional : mengencerkan
sputum sehingga mudah dikeluarkan
c.
Perubahan pola istirahat tidur berhubungan
dengan sesak nafas dan batuk
-
Tentukan kebiasaan tidur
biasanya dan perubahan yang terjadi
Rasional : mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensiyang tepat
-
Instruksikan tindakan relaksasi
Rasional : membantu
menginduksi tidur
-
Hindari mengganggu bila
mungkin, misal: membangunkan untuk obat atau terapi.
Rasional : tidur tanpa gangguan
lebih menimbulkan rasa segar dan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila
terbangun
-
Penatalaksanaan pemberian
sedatif sesuai indikasi
Rasional : Mungkin diberikan untuk
membantu pasien tidur/istirahat selama periode transisi dari rumah ke
lingkungan baru. Hindari penggunaan kebiasaan, karena obat ini menurunkan waktu
tidur REM.
d.
Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
-
Kaji kebiasaan diet, masukan
makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan, dan evaluasi berat badan dan
ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distress
pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat.
Selain itu, banyak pasien dengan asma mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun
kegagalan pernafasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan
kalori.
-
Auskultasi bunyi usus
Rasional : penurunan/hipoaktif
bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum)
yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk,
penurunan aktivitas.
-
Berikan perawatan oral sering,
buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tissue.
Rasional : rasa
tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama
terhadap nafsu makan dan
membuat mual dan muntah
dengan peningkatan
kesulitan nafas.
-
Dorong periode istirahat selama
1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan porsi kecil tapi sering
Rasional : membantu
menurunkan kelemahan selama waktu makan
dan memberikan kesempatan
untuk meningkatkan masukan
kalori total.
-
Timbang berat badan sesuai
indikasi jika memungkinkan
Rasional : berguna
untuk menentukan kebutuhan kalori. Penurunan
berat badan dapat
berlanjut meskipun masukan adekuat
sesuai teratasinya edema.
-
Berikan oksigen tambahan selama
makan sesuai indikasi
Rasional : menurunkan
dispnea dan meningkatkan energi untuk makan
meningkatkan masukan.
e.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan otot
-
Atur posisi yang nyaman bagi
klien
Rasional : meningkatkan
istirahat dan ketenangan, menyediakan energi
yang digunakan untuk
penyembuhan.
-
Evaluasi respon pasien terhadap
aktivitas, catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan
tanda-tanda vital.
Rasional : menetapkan
kemampuan/kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi
-
Berikan lingkungan tenang,
batasi pengunjung selama waktu fase akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan
manajemen stres dan pengalihan yang tepat.
Rasional : menurunkan
stres dan rangsang berlebihan, meningkatkan
istirahat
-
Jelaskan pentingnya istirahat
dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat
Rasional :pembatasan aktivitas ditentukan dengan
respon individual
pasien terhadap aktivitas
dan perbaikan kegagalan pernafasan
-
Bantu aktivitas perawatan diri
yang diperlukan
Rasional : meminimalkan
kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan
oksigen
f.
Ansietas berhubungan dengan
kurang informasi dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
-
Kaji perasaan klien dan
keluarga, beri sikap empati dan dengarkan keluhan klien
Rasional : mengurangi
kecemasan klien dan keluarga sehingga dapat
bekerjasama dalam proses
perawatan
-
Berikan informasi/penjelasan
pada klien dan keluarga mengenal kondisi, rencana perawatan dan prognosis
pasien secara akurat dan memperingatkan kondisi dan situasi
Rasional : pemberian
informasi yang jelas sehingga menghindari
kesalahan persepsi.
-
Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : memungkinkan
untuk menyampaikan bahwa yang
didasarkan adalah kebutuhan dari individu dan kelancaran
proses perawatan.
-
Diskusikan tentang tindakan
keperawatan dan medis serta penggunaan obat-obat yang diberi.
Rasional : penting
untuk perkembangan pemulihan atau pencegahan
terhadap komplikasi.
Penyimpangan KDM
Faktor intrinsic Faktor ekstrinsik
↓ ↓
Infeksi
oleh kuman Alergen
↓
Menginfeksi
saluran nafas
Pengaktifan
sel mast sebagai respon imun (makrofag, eosinofil, limfosit)
↓
Pengaktifan
mediator kimiawi (serotonim, bradikinin, histamine)
Edema
bronkus Sekresi mukus meningkat Bronkospasme inflamasi
Hiperesponsive
jalan nafas
↓
Hipersekresi mukus dalam Penyempitan
jalan nafas Mukosa
saluran
rongga
jalan nafas ↓ nafas
menebal
↓ Kompensasi
tubuh untuk ↓
Sesak nafas dan mendapatkan
suplai O2 yang Penyempitan
lumen
batuk
bersputum cukup ke
jaringan menurun ↓
↓ ↓ Batuk
bersputum
Pemasukan
O2 Kontraksi
otot-otot pernafasan ↓
inadekuat ↓ Peningkatan
produksi
↓ Metabolisme tubuh
meningkat sputum
Pola
nafas ↓ ↓
tidak
efektif Pengeluaran
energi berlebihan Jalan nafas
tidak efektif
↓ ↓
Serangan Cadangan energi
kurang Bersihan
jalan
paroksimal ↓ nafas
inefektif
↓ Metabolisme ke
jaringan terhambat
Merangsang ↓
sistem
saraf Kelemahan dan
kelelahan otot
simpatis ↓
↓ Intoleransi
aktivitas
Mengaktifkan
RAS
dalam mengaktifkan Dispnea,
wheezing, batuk, sputum Perubahan
status
kerja
organ tubuh ↓ kesehatan
klien
↓ Merangsang
vomiting center ↓
Rapid
Eye Movement ↓ Proses
hospitalisasi
(REM)
menurun Mual/muntah ↓
↓ ↓ Kurangnya
informasi dan
Susah
tidur Anoreksia pengetahuan klien
dan
↓ ↓ keluarga
tentang
Perubahan
pola Asupan makanan
berkurang penyakitnya
Istirahat
tidur ↓ ↓
Gangguan
nutrisi kurang Stressor
psikologis bagi
dari
kebutuhan klien
dan keluarga
↓
Ansietas
Daftar Pustaka
Somantri,
Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Gangguan Ssistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer,
Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Price,
Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.
Nettina,
Sandra M. 2002. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta: EGC.
ariebencolenk.blogspot.com/2012/02/askep-asma-bronkial.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar