BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
A.
Definisi
Gagal
ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas, kronik dan akut. Gagal
ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal progresif dan lambat (biasanya
berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam
beberapa hari atau beberapa minggu.
Chronic kidney disease (CKD) atau
penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagaikerusakan ginjal untuk sedikitnya 3
bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulusfiltration rate (GFR) (Nahas &
Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel,
dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalammempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadiuremia atau
azotemia (Smeltzer, 2009)
Kriteria
penyakit ginjal kronik antara lain :
a. Kerusakan ginjal (renal damage) yang
terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural atau fungsional, dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
·
Kelainan patologis
·
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests).
b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama
3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
B.
Etiologi
Kondisi
klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal
sendiri dan di luar ginjal.4
1. Penyakit
dari ginjal
a. Penyakit
pada saringan (glomerulonefritis)
b. Infeksi
kuman (pyelonefritis, ureteritis)
c. Batu
ginjal (nefrolitiasis)
d. Kista
di ginjal (policystis kidney)
e. Trauma
langsung pada ginjal
f. Keganasan
pada ginjal
g. Sumbatan
: batu, tumor, penyempitan/striktur
2. Penyakit
umum diluar ginjal
a. Penyakit
sistemik : diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. SLE
d. Infeksi
di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Preeklamsi
f. Obat-obatan
g. Kehilangan
banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
C.
Klasifikasi
Klasifikasi penyakit
ginjal kronik atas dasar derajat penyakit
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar
Derajat Penyakit
|
||
Derajat
|
Penjelasan
|
LFG(ml/mnt/1,73m²)
|
1
2
3
4
5
|
Kerusakan ginjal
dengan LFG normal atau ↑
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang
Kerusakan ginjal
dengan LFG↓ berat
Gagalginjal
|
> 90
60-89
30-59
15- 29
< 15 atau dialisis
|
D.
Patofisiologi
Patofisiologi
penyakit ginjal tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tetapi dalam
perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan
massa ginjal menyebabkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh
molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya
diikuti proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses
ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.
Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
E.
Manifestasi
Klinik
Gagal
ginjal kronik, sesuai definisinya, berkembang lambat dan biasanya datang dengan
letargi, malaise umum, anoreksia, dan mual. Pruritus menyeluruh sering
ditemukan. Impotensi, menstruasi tidak teatur,dan hilangnya fertilitas adalah
keluhan yang umum pada pasien dengan usia lebih muda. Pada uremia berat
terdapat bau amis yang khas, cegukan, muntah, proritus berat disertai
ekskoriasi kulit, pigmentasi kulit, neuropati perifer, dan gangguan sistem
saraf pusat yang menyebabkan letargi, stupor, dan koma yang disertai kejang.
Perikarditis bisa berhubungan dengan efusi dan tamponade.
Karena
pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia,
maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan
gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yag
mendasari, dan usia pasien.
Manifestasi
kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal
jantung kongestif, dan edema pulmoner (akibat cairan berlebih), dan
perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin uremik).
Gejala
dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis).
Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi
akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap-akhir.
Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual,
muntah, dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang.
F.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Pemeriksaan
laboratorium
Sementara
massa nefron dan fungsi ginjal berkurang, ginjal tidak mampu mengatur cairan,
elektrolit, dan sekresi hormone.
a. Natrium.
Bila GFR turun di bawah 20-25 mL/menit, ginjal menjadi tak mampu mengekskresi
beban natrium ataupun menyimpan natrium; ini sering menyebabkan retensi natrium
dengan akibat edema, hipertensi, dan gagal jantung kongestif.
b. Air.
Sementara fungsi ginjal memburuk, kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan
urin menjadi terganggu, dan kadar urin menjadi isotonik. Tetapi, mekanisme rasa
haus yang masih utuh biasanya dapat mempertahankan keseimbangan air sampai
perjalanan penyakit telah lanjut.
c. Kalium.
Keseimbangan kalium dipertahankan oleh peningkatan sekresi di tubulus distal
dan peningkatan ekskresi gastrointestinal lewat peningkatan kadar aldosteron.
d.
Keseimbangan
asam-basa.
a. Asidosis
hiperkloremik. Asidosis metabolik hiperkloremik tanpa celah anion (nonanion
gap) dapat terjadi pada awal gagal ginjal, terutama pada pasien dengan penyakit
tubulointerstisial yang kronis. Ini terjadi karena ginjal tidak mampu
meningkatkan produksi amonia dan ekskresi ion hidrogen.
b. Asidosis
dengan kenaikan celah anion. Asidosis metabolik celah anion terjadi akibat
akumulasi anion fosfat dan sulfat yang tak terukur.8
e. Kalsium, fosfor, dan
magnesium. Hipokalsemia terjadi akibat menurunnya
produksi 1,25-dihidroksikolekalsiferol (vitamin D) oleh ginjal, yang
menyebabkan berkurangnya absorbsi kalsium oleh sistem gastrointestinal.
Sementara GFR menurun, ekskresi fosfat juga berkurang, mengakibatkan
peningkatan fosfor serum. Hiperfosfatemia juga menyebabkan berkurangnya kadar
ion kalsium dalam serum. Hipokalsemia merangsang sekresi hormon paratiroid
(PTH), yang mengakibatkan reabsorbsi tulang dan pembebasan kalsium dari tulang,
mengakibatkan penyakit tulang hiperparatiroid (osteitis fibrosa).
Hipermagnesemia biasanya ringan dan asimtomatis.8
f. Anemia.
Anemia umumnya terjadi akibat menurunnya eritropoetin pada ginjal. Sediaan apus
darah tepi mengungkapkan anemia normokromik, normositik dengan sedikit sel burr
dan sel helmet.
2. Pemeriksaan
radiologi
Pemeriksaan
radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Foto
polos abdomen, biasa tampak batu radio-opak
b. Pielografi
intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak melewati filter
glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan2
c. Pielografi
antegrad atau retograd dilakukan sesuai indikasi
d. Ultrasonografi
ginjal
Ultrasonografi
ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis,
adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi.
e. Pemeriksaan
pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
3. Pemeriksaan
Biopsi ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi
ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal,
di mana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,
prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal
indikasikontra dilakukan pada keadaan di mana ukuran ginjal yang sudah mengecil
( contracted kidney ), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,
infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas dan obesitas
G.
Komplikasi
1.
Penyakit tulang.
Hipokalsemia akibat penurunan sintesis 1,25-(OH)2D3,
hiperfosfatemia, dan resistensi terhadap kerja PTH di perifer, semuanya turut
menyebabkan penyakit tulang renal.
2.
Penyakit
kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular adalah penyebab mortalitas tertinggi
pada pasien gagal ginjal kronis.
3.
Anemia. Kadar
eritropoetin dalam sirkulasi rendah. Eritropoetin rekombinan parenteral
meningkatkan kadar hemoglobin, memperbaiki toleransi terhadap aktivitas fisik,
dan mengurangi kebutuhan transfusi darah.
4.
Disfungsi seksual.
Menurunnya libido dan impotensi sering terjadi. Hiperprolaktinemia ditemukan
pada setidaknya sepertiga jumlah pasien, menyebabkan efek inhibisi sekresi
gonadotropin.
H.
Penatalaksanaan
1. Manfaat obat dalam terapi penyakit
ginjal kronik
a. Diuretik
Diuretik (obat untuk meningkatkan
pengeluaran urine) membantu pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari
tubuh, serta bermanfaat membantu menurunkan tekanan darah.
b. Obat antihipertensi
Sebagian besar penderita penyakit
ginjal kronik mengalami tekanan darah tinggi. Oleh karena itu, diperlukan obat
antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap dalam batas normal
dan dengan demikian, akan memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan
oleh tingginya tekanan darah.
c. Eritropoietin (Epo)
Salah satu fungsi ginjal yaitu
menghasilkan hormone eritropoietin (Epo). Hormone ini bekerja merangsang sumsum
tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah. Penyakit ginjal kronik
menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan sehingga menimbulkan
anemia. Oleh karena itu, Epo perlu digunakan untuk mengatasi anemia yang
diakibatkan oleh penyakit ginjal kronik. Epo biasanya diberikan dengan cara
injeksi 1-2 kali/minggu.
d. Zat besi
Zat besi (ferrous sulphate) sering
kali bermanfaat untuk membantu mengatasi anemia yang diakibatkan kekurangan Fe
pada pasien dengan penyakit ginjal kronik. Suplemen zat besi diberikan dalam
bentuk tablet atau injeksi.
e. Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penyakit ginjal kronik, kadar
kalsium dalam darah menjadi rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi
terlalu tinggi. Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan
kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif) dan kalsium.
2. Modifikasi gaya hidup
1) Diet
Perencanaan menu makanan sangat
penting untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi. Kebutuhan akan zat gizi
ini berbeda-beda, tergantung stadium penyakit ginjal kronik yang dialami.
Secara umum, penderita penyakit ginjal kronik dianjurkan untuk ; diet rendah
garam (sodium) yang bermanfaat membantu mengendalikan tekanan darah dan
mencegah tertimbunnya kelebihan cairan tubuh, dan diet rendah fosfat (800-1000
mg/hari).
2) Olahraga
Olahraga bermanfaat membantu
mengendalikan kadar gula darah, menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan
tekanan darah, dan mengurangi kelebihan berat badan. Selain dari segi fisik,
olahraga juga berpengaruh positif terhadap kesehatan mental dan emosional.
3) Menjaga berat badan dalam batas
normal
Mengurangi kelebihan berat badan
dapat membantu menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol/lemak darah.
Sebagai pedoman, indeks massa tubuh (body mass index) normal yang dianjurkan :
18,5 sampai dengan 24,9 kg/m2.
4) Berhenti merokok
Merokok dapat mengakibatkan
kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga kolesterol mudah tersangkut dan
membentuk timbunan plak pada dinding pembuluh darah. Endapan kolesterol
menyebabkan dinding pembuluh darah menebal dan mengeras sehingga rongga
pembuluh darah mengalami penyempitan. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya
aliran darah yang menuju ginjal dan meningkatnya tekanan darah. Oleh karena
itu, individu dengan penyakit ginjal kronik yang memiliki kebiasaan merokok,
sangat di anjurkan untuk sedapat mungkin berhenti merokok.
3. Non farmakologis
a. Pengaturan asupan protein :
1) Pasien non dialisis 0,6-0,75
gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan toleransi pasien
2) Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB
ideal/hari
3) Pasien peritoneal dialisis 1,3
gram/kgBB ideal/hari
b. Pengaturan asupan kalori : 35
Kal/kgBB ideal/hari
c. Pengaturan asupan lemak : 30-40%
dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh
dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat :
50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari
f. Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien
HD : 17 mg/hari
h. Kalsium : 1400-1600 mg/hari
i.
Besi : 10-18 mg/hari
j.
Magnesium : 200-300 mg/hari
k. Asam folat pasien HD : 5 mg
l.
Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss).
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat
badan di antara waktu HD<5% BB kering.
I.
Prognosis
Perjalanan
klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu:
1. Stadium
pertama disebut penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan pasien
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban
kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama
atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.
2. Stadium
kedua perkembangan tersebut disebut insufisiensi
ginjal, bila lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat di
atas batas normal. Peningkatan konsentrasi
BUN ini berbeda-beda, bergantung pada kadar protein dalam makanan. Pada stadium
insufisiensi ginjal ini mulai timbul gejala-gejala nokturia dan poliuria (
akibat gangguan kemampuan pemekatan). Gejala-gejala ini timbul sebagai respon
terhadap stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba.
3. Stadium
ketiga adalah stadium akhir gagal ginjal progresif yang disebut penyakit
ginjal stadium akhir (ESRD) atau uremia.
ESRD terjadi apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya
sekitar 200.000 nefron yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan
normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10ml per mennit atau kurang.
Pada keadaan ini, kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
menyolok sebagai respon terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
GAGAL GINJAL KRONIK
A.
Pengkajian
Gagal
ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini
terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Suyono, et al,
2001).
1. Identitas
klien
2. Keluhan
utama
3. Riwayat
penyakit saat ini
4. Riwayat
penyakit dahulu
5. Riwayat
penyakit keluarga
6. Pemeriksaan
fisik
Menurut Doenges (1999), hal-hal yang
dikaji pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu:
1. Aktivitas istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem,
kelemahan, malaise gangguan tidur (insomnia / gelisah atau samnolen)
Tanda
: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi.
Gejala : Riwayat hipertensi lama
atau berat. Palpitasi ; nyeri dada (angina).
Tanda : Hipertensi; Distensi Vena
Jugularis, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak
tangan. Distrimia jantung. Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial (
Respon terhadap akumulasi sisa). Pucat : kulit coklat kehijauan, kuning,
kecendrungan perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya. Peresaan tak berdaya, tidak ada
harapan, tak ada kekuatan.
Tanda
: Menolak , ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala
: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut). Abdomen
kembung, diare atau konstipasi.
Tanda
: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat berawan. Oliguria
dapat menjadi anuria.
5. Makanan Cairan.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi).Anoreksia nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernafasan ammonia). Penggunaan diuretik.
Tanda : Distensi abdomen/ asites, pembesaran hati (tahap
akhir). Perubahan tugor kulit / kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi
gusi, perdarahan gusi lidah. Penurunan
otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori.
Gejala
: Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom “kaki gelisah”,
kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas / kesemutan dan kelemahan.
Khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda
: Gangguan status mental, contoh penurunan lapangan perhatian, ketidakmampuan
konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadarn, stupor,
koma. Penurunan DTR. Tanda Chovostek dan Trousseau positif kejang,
fasikulasi otot, aktifitas kejanng. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri / Kenyamanan.
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri
kaki ( memburuk saat malam hari).
Tanda : Perilaku berhati – hati /
distraksi, gelisah.
8. Pernafasan.
Gejala
: Nafas pendek, dispnea nocturnal paroksimal : batuk dengan tanda
sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi /
kedalaman (pernafasan kusmaul).Batuk
produktif dengan sputum merah muda – encer (edema paru).
9. Keamanan.
Gejala : Kulit gatal. Ada / berulang infeksi.
Tanda : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi) normotermia
dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu
tubuhlebih rendah dari normal (efek GGK/ depresi respon imun). Petekie, area
ekomosis pada kulit. Fraktur tulang, defosit fosfat kalsium (klasifikasi
metastik) pada kulit.Jaringan
lunak, sendi : Keterbatasan gerak sendi.
10. Seksualitas
Gejala :
Penurunan libido, amionorea, infertilitas.
11. Interaksi Sosial.
Gejala
: Kesulitan menentukan kondisi, contoh tk mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam keluarga.
12. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
: Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik,
nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpanjar pada
toksin , contoh obat, racun lingkungan penggunaan antibiotic nefrotoksik saat
ini / berulang.
B.
Diagnosis
1.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan informasi.
2.
Nyeri
akut berhubungan dengan prosedur invasif; pemasukan kateter malalui dinding
abdomen/iritasi kateter; penempatan kateter yang tidak tepat
3.
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasan, prosedur dialisis yang
lama.
4.
Resiko
cidera dengan faktor resiko kehilangan akses vaskuler akibat pembekuan;
perdarahan karena lepasnya sambungan secara tidak sengaja.
5.
Resiko
kelebihan volume cairan dengan faktor resiko tidak adekuatnya gradient osmotic
dialisat; retensi cairan (malposisi kateter); pemasukan oral/IV berlebihan.
6.
Resiko
kekurangan volume cairan dengan faktor resiko penggunaan dialisat hipertonik
dengan pembuangan cairan berlebihan dari volume sirkulasi.
7.
Resiko
infeksi dengan faktor resiko kontaminasi kateter selama pemasangan, kontaminasi
kulit pada sisi pemasangan kateter.
DAFTAR
PUSTAKA
Mahdiana, Ratna. 2010.
Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini.
Yogyakarta : Tora Book.
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem
perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika
Price, Sylvia A. 2006.
Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Rani, A. Aziz. 2006. Panduan pelayanan medik. Jakarta :
Internal Publishing
Rubenstein, David.
2005. Kedokteran Klinis. Jakarta :
Erlangga
Sibuea, Herdin. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : PT.
RINEKA CIPTA
Smeltzer, Suzanne C.
2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.
Jakarta : EGC
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta :
Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar